Pontianak (Antara Bali) - Arsitek asal Indonesia, Adi Dewanto, menjadi perancang "Bridge of Knowledge", yakni ikon baru di Kota Samarahan, Sarawak, sebagai jembatan penyeberangan yang memungkinkan pejalan kaki dan pengendara sepeda motor untuk melintas bersamaan pertama di Sarawak, Malaysia Timur.
"Ini disebut juga jembatan hibrid. Pada dasarnya adalah jembatan penyeberangan orang seperti lazimnya yang kita kenal. Kata hibrid ditambahkan karena ada fungsi yang ditambahkan, selain bagi penyeberangan pejalan kaki, juga bagi pengendara sepeda motor," ujar Adi saat dihubungi di Malaysia, Rabu.
Adi menjelaskan, di Semenanjung Malaysia jembatan serupa juga sudah ada dibuat di beberapa tempat. Namun jumlahnya tidak terlalu banyak.
Sedangkan untuk negara bagian Sarawak, Jembatan Ilmu di Kota Samarahan adalah yang pertama dibuat. Jembatan Ilmu tersebut baru diresmikan pada 1 Oktober lalu.
Adi Dewanto saat ini berkiprah di JKR Sarawak HQ, Building Branch. Di Indonesia, JKR sejenis dengan Dinas Pekerjaan Umum.
"Dari kacamata engineering, jembatan bisa hanya dilihat sebagai bangunan struktur yang fungsi dasarnya adalah sebagai sarana untuk membantu penyeberang melintas jalan raya atau badan air dengan nyaman dan aman, tanpa khawatir bahaya menjadi korban kecelakaan. Pada saat yang sama dengan jembatan tersebut tanpa harus mengganggu kelancaran lalu lintas kendaraan yang sibuk dan berkecepatan tinggi," tuturnya.
Ia menambahkan lebih dari itu, dengan perspektif yang lain seorang arsitek melihat potensi dari sebuah struktur bangunan jembatan sebagai media untuk menyampaikan pesan, pernyataan, cerita bahkan seruan.
Menurut dia, Jembatan Ilmu Kota Samarahan dibuat dengan mengemban peran penyampai pesan tersebut. Kehadirannya selain berperan sebagai wahana bantu penyeberangan bagi masyarakat umum dan mahasiswa khususnya, tapi juga sebagai pintu gerbang atau gapura bagi Kota Samarahan yang dikenal juga sebagai Kota Ilmu Pengetahuan.
"Posisinya yang kuat berkait dengan Univas dan mottonya, 'Kontemporari dan berpandangan jauh ke depan', sangat layak untuk ikut menginspirasi desainnya. Selain itu sebagai yang pertama di negara bagian ini, maka ikon signifikan yang merepresentasikan Sarawak sangat patut dihadirkan," katanya.
Ia menjelaskan bila diamati sosok bangunan Jembatan Ilmu Kota Samarahan didesain memenuhi kriteria dengan pesan yang dibawakan adalah biarlah ilmu bertaut dengan kaidah dari motto tersebut. Namun dengan tetap membawa serta budaya lokal sebagai akar asal berpijak bermula.
Ia menceritakan peletakan batu pertama projek ini dilakukan tak lama setelah Hari Raya Idul Fitri 2015, dan siap secara keseluruhan pada Juni 2016 dan dibuka untuk umum pada Agustus 2016 sebelum akhirnya diresmikan 1 Oktober lalu.
Jembatan tersebut memiliki lebar 4 meter, dengan bagian 1,5 meter untuk pejalan kaki dan 2,5 meter untuk pemotor yang dibatasi oleh pagar pemisah setinggi 1,1 meter.
Sementara bentang keseluruhan adalah 40 meter dengan kolom penyangga di tengah yang berada di median Jalan Dt Moh Musa.
Untuk konstruksi penyangga utama adalah beton bertulang. Sedangkan bangunan penutupnya adalah aluminium komposit, expanded metal sheet, zincalume metal sheet di atas rangka pipa baja galvanised.
Lampu LED dengan sumber daya surya menjadi penerang dalam jembatan untuk menjamin kenyamanan dan keamanan pengguna. CCTV juga direncanakan dipasang untuk membantu mengurangi kemungkinan tindakan penyalahgunaan sarana publik tersebut.
"Dalam perjalanannya tidak seluruh gagasan- gagasan desain yang dibuat dapat satu konstruksinya mengingat keterbatasan jenis material yang tersedia dan juga penguasaan metode konstruksi oleh kontraktor lokal. Belum lagi pertimbangan subjektif banyak pihak yang harus diakomodasikan mengakibatkan sejumlah kompromi harus dilakukan terhadap desain awal sampai akhirnya selesai dibangun," ungkap dia.
Adi bekerja di Sarawak tidak terlepas dari lima rekan sejawat dari Indonesia dan bersama dengan rekan- rekan Malaysia turut serta dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana di Negeri Sarawak sebagai insinyur dan arsitek.
"Di JKR Sarawak saya adalah senior desainer, menangani desain bangunan pemerintah dan fasilitas publik. Proyek yang pernah saya kerjakan antara lain klinik kesehatan, rumah sakit, sekolah, bangunan kantor pemerintah, bangunan arsip, hotel, masjid, terminal, sport centre, club house, balai masyarakat, entry statements dan bangunan khusus lainnya," kata dia.
Pria kelahiran Balikpapan dan besar di Jakarta ini lulusan Arsitektur ITB tahun 1995. Sebelumnya bekerja sebagai konsultan perencana di beberapa biro arsitek di Bandung dan Jakarta. Setelah itu baru berhijrah ke Kuching, Sarawak sejak tahun 2000.
"Selama 16 tahun tinggal di Malaysia bersama keluarga sudah tentu kerinduan akan Indonesia kerap muncul. Membina hubungan yang baik dengan KJRI di Kuching adalah salah satu cara kita mengobati rindu kampung halaman dengan selalu mendapatkan informasi terbaru tentang tanah air sekaligus peluang kita untuk berkontribusi nyata dalam kegiatan yang diprakarsai oleh KJRI bagi kemaslahatan sesama WNI di perantauan umumnya dan di Sarawak khususnya," kata dia. (WDY)
Arsitek Indonesia Perancang "Jembatan Ilmu" Di Sarawak
Rabu, 5 Oktober 2016 16:10 WIB