Denpasar (Antara Bali) - Lima wanita yang menjadi korban "human trafficking", kondisi kejiwaannya kini masih labil, sehingga Polda Bali belum banyak dapat mengorek keterangan dari mereka.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Gde Sugianyar di Denpasar, Selasa mengatakan, pihaknya belum bisa melakukan pemeriksaan terhadap para korban sehubungan kondisi kejiwaan mereka yang masih belum stabil.
Lima wanita yang masih berstatus mahasiswi pada Lembaga Pendidikan dan Latihan Pariwisata (PLP) Mengwitani, Mengwi, Kabupaten Badung itu, Senin (26/7) lalu datang melapor ke Polda Bali dan mengaku telah menjadi korban aksi perdagangan manusia di Malaysia.
"Kemarin dan hari ini belum dapat kami periksa. Untuk itu kami rencanakan Kamis (29/7) mendatang, dan itupun bila kondisi kejiwaan mereka telah pulih," katanya.
Ia menyebutkan, pihaknya saat ini masih melakukan koordinasi dengan beberapa instansi seperti Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali, KBRI di Malaysia dan beberapa instansi terkait lainnnya.
Terhadap dugaan praktik "human trafficking", Sugianyar mengatakan bahwa pihaknya belum dapat memastikan karena baru para tahap pelaporan, dan belum dilakukan pemeriksaan secara mendalam.
"Kami belum dapat memastikannya, karena masih dalam tahap pelaporan yang diikuti dengan penyelidikan. Tunggu saja, kami masih mendalami kasus ini," ujar mantan Kapolres Balikpapan itu.
Direktur Reskrim Polda Bali Kombes Andy Taqdir Rahman Tiro mengatakan, saat ini pihaknya terlebih dahulu akan mendalami dugaan penipuan, karena kelima mahasiswi itu ditempatkan pada posisi yang berbeda dengan yang dijanjikan sebelumnya
"Untuk sementara kami dalami dulu dugaan penipuan dan penempatannya yang salah," kata Andy menjelaskan.
Sementara untuk dugaan "human trafficking", ia mengatakan, penyelidikannya belum mengarah sampai ke sana. "Dan mungkin kalau akan mengarah ke sana, tentu nanti setelah dilakukan pemeriksaan terhadap para korban dan saksi lainnya," katanya.
Lima mahasiswi Pendidikan dan Latihan Pariwisata (PLP) Mengwitani itu diduga menjadi korban "human trafficking" setelah diberangkatkan pada 9 April lalu ke Malaysia dan dijanjikan akan bekerja di sektor perhotelan.
Namun setelah tiba di Malaysia, mereka dipekerjakan sebagai buruh pabrik elektronik di negara bagian Pulau Pinang. Dua bulan di negeri orang, mereka tidak pernah mendapat gaji. (*)