Denpasar (ANTARA) - Desa Wisata Penglipuran di Bali memanfaatkan area baru hutan bambu untuk dapat menampung lonjakan wisatawan di momen Natal dan Tahun Baru 2025.
Manajer Desa Wisata Penglipuran I Wayan Sumiarsa di Denpasar, Selasa, mengatakan jika berkaca dari momentum yang sama tahun sebelumnya dalam sehari mereka bisa kedatangan 9.000 pengunjung sementara kapasitas awal hanya mampu untuk 2.000 pengunjung.
“Kami terus melakukan inovasi-inovasi salah satunya hutan bambu sekarang, ini alam yang kami jaga luasnya 45 hektar yang merupakan lahan konservasi di desa yang sudah disepakati masyarakat Penglipuran,” kata dia.
Desa terbaik penilaian UN Tourism itu pada tahun ini membuka hutan bambu mereka untuk menjadi area tambahan yang mengedepankan nilai sosial, sejarah, dan ekologi.
Baca juga: 106 Penari Joged Bungbung meriahkan Penglipuran Village Festival ke-11 Tahun 2024
Sumiarsa menilai area baru ini akan menjaga Desa Wisata Penglipuran di Kabupaten Bangli itu tetap asri dan berkelanjutan, sebab selain mengantisipasi penumpukan wisatawan juga menjaga hutan bambu melalui perawatan dari pengelola.
Ide pengelola dan masyarakat desa mengoptimalkan hutan bambu berawal dari kajian mereka bahwa hanya di Desa Wisata Penglipuran terdapat hutan bambu yang mampu tumbuh di area datar, selain itu diperlukan inovasi mengingat kunjungan mereka yang kian meningkat.
“Kami antisipasi dengan fasilitas baru ke hutan bambu, dan tidak kalah penting di momen Natal dan Tahun Baru 2025 kami akan membuat atraksi budaya dengan yowana tanggal 28 Desember dan 1 Januari yang kami prediksi kunjungannya tinggi,” ujar Sumiarsa.
Baca juga: STAHN Mpu Kuturan ajak mahasiswa gali kearifan lokal di Penglipuran
Nantinya selain memanfaatkan lahan hutan para wisatawan yang membayar tiket Rp25.000-Rp50.000 itu akan dapat menyaksikan atraksi budaya bebarongan yang dipentaskan pemuda Bangli.
Akademisi pariwisata yang merupakan Ketua Program Studi S3 Pariwisata Universitas Udayana Prof I Nyoman Sunarta menilai langkah desa membuka area hutan adalah keputusan tepat, namun perlu diingat bahwa tujuan utama wisatawan datang untuk menikmati tata letak rumah-rumah warga dan ciri khas bambu.
Menurutnya tak cukup jika hutan tersebut hanya sebagai area yang dilintasi wisatawan, lebih jauh ia menyarankan pengelola membuat pameran pengolahan bambu atau melakukan penanaman bibit bagi setiap wisatawan untuk inovasi ke depan.
“Yang penting rumah bambu tidak boleh hilang, atapnya, juga kebersihannya, dan karena ikonnya bambu maksimalkan hutan bambu menjadi daya tarik baru, atraksinya belum ini jadi kalau mau berkelanjutan buat pameran warga disana mengolah bambu menjadi rumah bambu baru dan memungkinkan untuk wisatawan belajar,” ujarnya.