Denpasar (ANTARA) - DPRD Bali menerima aduan masalah ketenagakerjaan dari Aliansi Perjuangan Rakyat Bali (Aliansi PRB).
Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Suwirta di Denpasar, Selasa, mengatakan pihaknya akan memproses aduan para tenaga kerja, terutama yang berkaitan dengan evaluasi regulasi yang ada.
“Saya mengatakan regulasi itu bukan tuhan, regulasi itu dibuat oleh kita-kita, apa yang mendasarkan kita membuat regulasi ini ya ada potensi dan masalah, dan ketika regulasi itu tidak nyambung, maka regulasi itu bisa dievaluasi,” kata dia.
Puluhan massa dari Aliansi PRB datang membawa 11 tuntutan, yang sebagian besar menginginkan agar pemerintah daerah membuat atau memperbaiki peraturan-peraturan mengenai ketenagakerjaan yang tidak berpihak kepada masyarakat.
Suwirta sepakat untuk selanjutnya mengevaluasi 11 tuntutan aliansi yang sebagian besarnya adalah mahasiswa itu, sebab aturan memang tidak bisa kaku jika faktanya bermasalah.
Namun, menurutnya tidak tepat juga apabila terlalu banyak membentuk peraturan daerah atau peraturan gubernur baru, yang tepat adalah menjadikan masalah itu landasan dan menyusun regulasi terbaik dari sana.
“Jangan terlalu banyak perda, terlalu banyak regulasi, tapi ketika itu mengharuskan ada ya wajib, munculnya perda dan pergub itu saat kita menemukan potensi dan masalah, itu kita buatkan regulasi agar perda/pergub ini tidak seperti macan kertas,” ujar DPRD Bali.
Koordinator Audiensi Aliansi Perjuangan Rakyat Bali Ida Bagus Bujangga Pidada Kastu Suardana menyebutkan 11 tuntutan mereka seperti mendesak gubernur dan DPRD Bali agar segera merevisi Perda Bali Nomor 10 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, dengan menambahkan ketentuan khusus terkait dengan serikat kerja di perusahaan sebagai hal wajib yang jumlah pekerjanya minimal 10.
Aliansi meminta eksekutif dan legislatif konsisten mengeluarkan rekomendasi tegas dan mendesak Polda Bali serta Satuan Pengawas Ketenagakerjaan (Wasnaker) Bali agar menindak tegas segala bentuk pemberangusan serikat buruh, termasuk tindakan intimidasi, kriminalisasi, mutasi sepihak, hingga pemecatan terhadap pengurus maupun anggota serikat.
“Menuntut gubernur dan DPRD Bali turut serta mendukung janji Presiden Republik Indonesia yang disampaikan pada peringatan May Day tahun 2025, yakni menghapus sistem outsourcing,” kata dia.
“Dukungan tersebut harus diwujudkan melalui revisi atau penetapan kebijakan daerah yang melindungi hak-hak pekerja secara menyeluruh, dengan memastikan status kerja sebagai pekerja tetap bagi seluruh jenis pekerjaan yang sifatnya tetap dan tidak bersifat musiman,” sambung Bujangga.
Aliansi ingin mereka menghormati, melindungi, dan menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan berpendapat, serta menjamin kebebasan pers.
Pemprov Bali diminta menetapkan Upah Minimum Sektoral bagi sektor industri perikanan tangkap sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan terhadap kerja yang rentan dan berisiko tinggi, dan segera melegitimasi surat keputusan Gubernur Bali terkait Forum Multi stakeholder Daerah Perlindungan Pekerja Perikanan Provinsi Bali.
Ketujuh, aliansi menuntut gubernur dan DPRD Bali segera merancang dan menetapkan perda terkait perlindungan bagi pekerja perikanan.
“Menuntut gubernur mendesak dinas tenaga kerja kota/kabupaten agar secara intensif dan berkelanjutan melakukan sosialisasi menyeluruh kepada seluruh perusahaan dan pekerja mengenai norma-norma ketenagakerjaan, termasuk penyebarluasan informasi mengenai mekanisme pelaporan online yang telah tersedia,” ujarnya.
Selain itu, gubernur diharapkan segera merancang dan menetapkan pergub mengenai penyediaan rumah perlindungan pekerja perempuan di tempat kerja, bertindak tegas terhadap keberadaan tenaga kerja asing ilegal, dan memperkuat eksistensi kapasitas wasnaker baik dari segi kuantitas personel maupun kualitas keahlian.