Cikeas, Bogor (Antara Bali) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta,
agar pemerintah Australia memberikan penjelasan mengenai informasi yang
dikeluarkan Wikileaks terkait sinyalemen adanya perintah mencegah
penyidikan atas dugaan korupsi sejumlah pejabat di negara Asia.
"Berita yang dikeluarkan oleh Wikileaks sesuatu yang menyakitkan,
saya mengikuti apa yang dilaksanakan Australia, Menlu laporkan pada saya
setelah komunikasi dengan Duta Besar RI di Canberra dan Duta besar
Australia," kata Presiden dalam keterangan pers di kediaman pribadi Puri
Cikeas, Bogor, Kamis.
Kepala Negara mengatakan, penjelasan itu penting karena dari
informasi yang dikeluarkan oleh Wikileaks dan kemudian diberitakan oleh
salah satu situs berita di Indonesia disebutkan ada 17 nama pejabat
senior di negara Asia yang dikatakan dilindungi oleh sebuah perintah
khusus dari pemerintah Australia agar jangan ada penyelidikan yang
dikhawatirkan bisa menganggu hubungan Australia dengan negara-negara
tersebut.
"Dari beberapa tokoh itu nama SBY dan Megawati ikut disebut
Wikileaks pada berita 29 juli 2014, ada kasus dugaan korupsi multi-juta
dolar, termasuk melibatkan keluarga dan pejabat senior masing-masing
negara," kata Presiden.
Ditambahkannya, "Perintah super untuk mencegah pelaporan kasus ini
oleh siapa saja untuk cegah kerusakan hubungan dengan Australia. Ada 17
individu."
Presiden merasa perlu untuk segera melakukan klarifikasi atas berita
tersebut dan mengumpulkan sejumlah keterangan mengenai hal tersebut
dari pejabat terkait.
"Berita seperti ini cepat beredar dan kemudian karena sangat
sensitif, karena menyangkut kehormatan dan harga diri baik Ibu Megawati,
dan saya sendiri, maka saya ambil keputusan untuk melakukan sesuatu
bertindak dan mengeluarkan pernyataan ini. Karena yang jelas pemberitaan
ini, saya nilai mencemarkan dan merugikan nama baik Ibu Megawati dan
saya sendiri, menimbulkan spekulasi dan kecurigaan," kata Presiden.
Dari keterangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan, maka presiden mendapatkan sejumlah penjelasan.
"Memang benar Indonesia pernah cetak uang di Australia pada 1999
yang mencetak NPA, organisasi itu berada di bawah Bank sentral
Australia, yang dicetak adala 550 juta lembar dengan pecahan Rp100.000,"
kata Presiden.
Namun demikian, kata Presiden, kewenangan untuk memutuskan
pencetakan uang dan tempat pencetakan uang berada di tangan Bank
Indonesia (BI).
"Hal itu menjadi kewenangan Bank Indonesia, atas dasar atau sesuai
Undang-Undang Bank Indonesia dan peraturan yang berlaku. Sebenarnya,
baik Ibu Mega dan saya sendiri 1999 belum menjadi presiden. Poin saya
adalah memang itu kewenangan BI, siapapun presidennya, tidak terlibat
dalam arti mengambil keputusan menetapkan kebijakan dan mengeluarkan
perintah presiden," tegasnya.
Bila otoritas Australia melakukan penyelidikan mengenai informasi
yang diberitakan Wikileaks, Presiden meminta, agar proses penyelidikan
dilakukan secara terbuka dan transparan. Apabila ada WNI yang diduga
terlibat, maka hendaknya melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
RI.
"Atas penjelasan saya itu, proses penegakan hukum yang sedang
berlangsung di Australia, saya meminta membuka dan mengungakap seterang
mungkin, jangan ditutupi. Kalau ada elemen di Indonesia, saya minta
tolong diungkap dan kemudian ditunjuk siapa orang itu, apa kasus dan
pelanggaran hukumnya, kalau memang ada bekerjasama dengan KPK
Indonesia," kata Presiden.
Kepala Pemerintahan menambahkan,
"Jangan justru pemerintah Australia keluarkan kebijakan dan statemen
yang menimbulkan kecurigaan dan tuduhan terhadap pihak-pihak di luar
Australia, misal mantan Presiden Megawati dan saya sendiri. itu
menimbulkan kecurigaan."
Presiden minta Australia segera keluarkan pernyataan yang terang
agar nama baik Ibu Mega dan saya tidak dicemarkan saya ingin dengar
langsung dari Australia.
"Jika ada WNI yang terlibat, mari tegakkan hukum bersama Indonesia
dan Australia adalah negara hukum. Indonesia saat ini tengah lakukan
kampanye anti-korupsi yang agresif. Kalau memang Australia mengatakan,
apa yang diberitakan Wikileas tidak benar, maka Australia harus
berbicara karena kalau diam, maka akan timbulkan spekulasi baru di
Indonesia," kata Presiden.
Presiden Yudhoono juga menyayangkan situs berita yang memuat berita
dari Wikileaks tersebut tanpa klarifikasi dari pihaknya. (WDY)
Presiden Minta Australia Jelaskan Info Wikileaks
Kamis, 31 Juli 2014 22:14 WIB