Denpasar (ANTARA) - Pemandangan Taman Werdhi Budaya Provinsi Bali agak berbeda dari biasanya. Pesta Kesenian Bali yang digelar di tempat ini diselimuti cuaca cerah, tanpa keluh kesah perihal sampah.
Puluhan hingga ratusan penari silih berganti meliuk-liuk di panggung pesta seni, ribuan hingga jutaan pengunjung datangi ajang tahunan ini setiap hari.
Dari 13 Juni hingga 15 Juli semua yang hadir menghibur dan dihibur, berjualan dan berbelanja, hingga jadi momentum kumpul keluarga.
Biasanya pemandangan sampah tak luput di setiap sudut, tapi tidak dengan tahun ini, setidaknya 100 relawan pengelola sampah berhasil mengubah kebiasaan itu. Kembalinya marwah pesta seni yang bertabur karya, bukan lagi hamburan kemasan sisa.
Keberhasilan Mengurangi Sampah
Baru masuk dari sisi timur Taman Werdhi Budaya, melangkah 20 meter maka tempat sampah pertama akan terlihat di sisi kanan kita. Selalu terbuka lebar bak siap melahap sampah-sampah ke dalam mulutnya.
Komunitas Merah Putih Hijau (MPH) bersama Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH), Plastik Detox, tim kebersihan UPTD Taman Budaya, dan relawan umum, merancang tempat sampah dengan bentuk berbeda dilengkapi penanda.
Setidaknya ada 40 titik tempat sampah yang tersebar di komplek bangunan lokasi pertunjukan seluas 5 hektare itu. Dengan jarak antar-tempat sampah sekitar 10 meter, masyarakat pengunjung tidak akan kesulitan lagi mencari tempat membuang sampah terdekat.
Tertulis jelas jenis-jenis sampah yang diterima tiap tong, seperti sampah organik dan anorganik. Bahkan, di sudut-sudut yang paling padat disediakan tambahan tempat khusus untuk botol plastik.
Di tengah pergelaran Pesta Kesenian Bali, beberapa menit sekali panitia melalui pengeras suara akan menjelaskan penggunaan tempat sampah tersebut.
Edukasi melalui ajang seni seperti ini menjadi salah satu langkah penting dalam sampah yang bercampur. Buktinya, dalam sehari relawan kebersihan berhasil mengurangi lebih dari 12 kilogram sampah yang terdiri dari sampah anorganik botol plastik, gelas, dan kemasan makanan.
Meskipun sampah tak sepenuhnya bisa hilang, tapi masyarakat yang mulai sadar atas kebersihan telah membantu pemerintah dalam mengurangi sampah yang hendak dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Suwung.
Sekitar 90 kilogram sampah tiap sepekan yang berhasil ditekan, kemudian dibawa ke bank sampah Desa Sumerta Klod, Denpasar, untuk diolah, dan akhirnya sampah menjadi komoditas yang berguna.
“Jelas terbantu oleh kesadaran masyarakat. Target kami mengurangi sampah yang pergi ke TPA,” kata Jesica Andrea yang merupakan salah satu relawan pengelola sampah.
Senyum bahagia tidak hanya muncul dari relawan, namun juga petugas kebersihan UPTD Taman Budaya. Setidaknya tiga anggota kebersihan yang bertugas membersihkan halaman, toilet, dan ruang tata rias, mengaku terbantu dengan kesadaran pengunjung yang sudah memasukkan sampah mereka ke tong meski belum sesuai petunjuk.
Selain itu, sebagian dari ribuan seniman juga mulai mengumpulkan sampah mereka di balik layar dan akhirnya membawa kembali sampah masing-masing.
Tri Hita Karana
Kesadaran manusia Bali atas pengelolaan sampahnya masing-masing menunjukkan penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan sehari-hari, Tri Hita Karana adalah ajaran dalam agama Hindu yang selalu menitikberatkan bagaimana antara sesama bisa hidup berdampingan, saling bertegur sapa satu dengan yang lain, tidak ada riak-riak kebencian, penuh toleransi dan penuh rasa damai.
Dalam Tri Hita Karana terdapat salah satu bagian yaitu Palemahan yang mengajarkan tentang hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Contoh penerapan palemahan adalah menjaga kebersihan lingkungan dan tidak mengeksploitasi isi alam, serta menjaga kelestariaannya.
Pada Pesta Kesenian Bali XLVI tahun 2024 ini mengusung tema Jana Kerthi Paramaguna Wikrama yang berarti harkat martabat manusia unggul.
Kegiatan yang dikomandoi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali ini melibatkan 13 ribu lebih seniman. Jika berkaca dari dua tahun terakhir maka biasanya lebih dari 1 juta orang terdata sebagai pengunjung dalam sebulan.
Dengan banyaknya orang berkumpul, maka pengelolaan sampah yang baik menjadi salah satu target yang ingin diraih pemerintah daerah agar tidak sampai menimbulkan protes pengunjung.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Gede Arya Sugiartha menjelaskan bahwa pengelolaan sampah sudah dituangkan dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Oleh karena itu, pesta rakyat yang adiluhung ini kemudian menjadi wadah implementasi dan edukasi masyarakat, dengan mendorong seniman dan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menandatangani pakta integritas bahwa mereka siap mengelola sampahnya sendiri.
Pemprov Bali menerjunkan tim yang memantau agar tidak ada lagi pengunjung yang meninggalkan sampah, didukung dengan penyediaan tempat sampah dan tenaga yang berjaga ketika tempat sampah mulai penuh.
Tantangan
Untuk menekan jumlah sampah yang dihasilkan dari Pesta Kesenian Bali bukan hal yang mudah. Pada pekan pertama, relawan kebersihan dan petugas dari pemerintah daerah kewalahan.
Relawan membagi jadwal 16-30 orang dalam sehari yang bertugas menyisir tempat sampah demi tempat sampah. Jumlah tenaga yang terbatas itu selain harus mengedukasi soal pemilihan sampah juga harus berhadapan dengan kurangnya pemahaman masyarakat soal penempatan sampah.
Tim harus memilah kembali atau mau tidak mau sampah yang sebenarnya bernilai jual harus hanyut bersama di truk sampah yang hilirnya di TPA.
Relawan kebersihan mengakui bahwa kesadaran akan menjaga lingkungan belum sepenuhnya dipahami seniman, pelaku UMKM, dan pengunjung. Namun ini adalah titik awal. Pesta seni yang dicintai puluhan tahun akhirnya menjadi babak baru dalam upaya mengurangi sampah yang masuk TPA.
Implementasi dari tema harkat martabat manusia unggul sangat terasa tidak hanya dari pementasan seninya. Kesadaran akan sampah menggambarkan manusia Bali yang bermartabat sebab mengamalkan bagian dari Tri Hita Karana dan memahami tindakannya terhadap lingkungan.