Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan secara umum pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro dengan berbasis desa adat di Pulau Dewata telah berjalan dengan baik dan berdampak menurunkan angka kasus positif COVID-19.
"Penambahan kasus harian terus menurun sejak diberlakukannya PPKM skala mikro di Bali. Begitupun tingkat kesembuhan yang kini ada di angka 93,10 persen, mortalitas di angka 2,86 persen dan kasus aktif di angka 4,05 persen," kata Koster dalam keterangan tertulisnya di Denpasar, Jumat.
Menurut Koster, masyarakat Bali kini semakin disiplin melaksanakan protokol kesehatan dan menerapkan 6M. Ditambah lagi dengan pengawasan lapangan yang senantiasa dilaksanakan Satpol PP, TNI dan Polri.
"Ditambah adanya sanksi tegas kepada WNA yang melanggar prokes lewat sanksi Rp1 juta hingga deportasi," ucapnya pada Rapat Koordinasi Penanganan COVID-19 di Wilayah Bali serangkaian Kunjungan Kerja Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Nasional itu pada Kamis (1/4) itu.
Baca juga: Gubernur Bali-NTB sepakati enam kerja sama pembangunan daerah
Koster menambahkan, pelaksanaan percepatan vaksinasi juga terus dilaksanakan secara masif di Bali dengan target sebanyak 70 persen penduduk Bali atau setara jumlah 3 juta orang.
Program ini dalam data sudah memvaksinasi sebanyak lebih dari 580 ribu orang, dengan 380 ribu diantaranya mendapatkan vaksinasi pertama. Vaksinasi tersebut dilaksanakan dengan sasaran prioritas dan khusus yakni zona hijau Ubud, Nusa Dua dan Sanur.
Vaksinasi juga dilaksanakan secara linear di fasilitas-fasilitas kesehatan, dibantu vaksinator TNI/Polri."Target kami pelaksanaan vaksinasi di kawasan hijau selesai ini sampai Juni 2021 dan kawasan lain menunggu kedatangan vaksin dari pusat," ucapnya yang juga Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Provinsi Bali itu.
Alumnus Institut Teknologi Bandung ini juga mengaku mendukung pelarangan tradisi mudik jelang Lebaran yang diharapkan mampu mengurangi risiko peningkatan penularan akibat perpindahan warga dari daerah lain.
Sementara itu, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Nasional Doni Monardo menegaskan rencana pembukaan pintu pariwisata Bali harus tetap dibarengi penerapan protokol kesehatan yang ketat terutama terkait masalah karantina
"WNA yang masuk ke Bali diharuskan menjalani protokol kesehatan yang berlaku sesuai SE Satgas COVID-19 Nomor 8 Tahun 2021, Yakni mulai dari dua kali tes PCR hingga karantina selama lima hari," ujar Doni.
Bali seperti dikatakan Doni, merupakan suatu etalase bagi Indonesia di mata dunia. Baik buruknya penanganan COVID-19 di Bali akan sangat berdampak kepada pamor Indonesia di mata dunia internasional.
"Untuk itu, arahan Bapak Presiden jelas, Bali harus dijadikan prioritas utama dalam penanganan COVID-19. Pemerintah pusat dari awal sudah komitmen tentang hal itu," ujarnya.
Menurut Doni, berdasarkan pengalaman selama ini perilaku warga negara asing belum bisa dikatakan sepenuhnya disiplin dalam protokol kesehatan sehingga diperlukan penanganan lebih lanjut.
Baca juga: Gubernur Bali serukan pemanfaatan makanan dan herbal lokal
Terlebih belakangan muncul strain baru virus COVID-19 yang membuat beberapa negara kembali melakukan lockdown. "Untuk itu, kita ingin penanganan pelaku perjalanan terutama WNA di Bali bisa dilaksanakan secara terintegrasi, dengan membentuk satuan tugas khusus yang menangani kekarantinaan," ucap Doni.
Menurut Doni lagi, meski pekerja migran Indonesia (PMI) maupun WNA yang tiba di Indonesia sudah membawa surat hasil keterangan negatif COVID-19 dari negara asal, namun tidak menjamin mereka terbebas dari infeksi virus corona.
Ada beberapa repatriasi yang juga baru ditemukan positif corona saat dilakukan pemeriksaan swab kedua, atau pada hari kelima pelaksanaan karantina.
Dari data yang dipaparkan, total repatriasi yang positif COVID-12 per 28 Desember 2020-31 Maret 2021 berjumlah 2.102 orang. Dengan rincian, 1.444 orang positif pada swab pertama dan 658 orang pada swab kedua.