Denpasar (ANTARA) - Dua pelaku Hijacking Email (pembajakan email), S (34) asal Yogyakarta dan R (30) asal Jakarta Barat, gunakan rekening penampung dalam melakukan pembajakan email dari transaksi pembayaran jual beli tanah.
"'Hijacking Email' ini terjadi dari adanya transaksi pembelian tanah, dan korban atau pelapor berinisial C asal Kanada ini menghubungi seorang notaris di Badung, dengan cara mentransfer Rp1,3 agar transaksi dapat berlanjut," kata Direktur Reskrimsus Polda Bali, Kombes Pol. Yuliar Kus Nugroho, dalam konferensi pers Denpasar, Senin.
Yuliar melanjutkan bahwa pelapor ini telah mengirimkan Rp340 Juta ke rekening yang diberikan dan mengirim bukti transfer ke email milik notaris dengan alamat yang sudah diberikan. Setelah itu, pelapor selanjutnya akan mengirimkan uang lagi dan pelapor menerima email dari alamat email yang sama dengan alamat email notaris itu dan perubahan tujuan transfer ke rekening salah satu Bank Jakarta atas nama tersangka S.
Dari informasi yang diterima pelapor melalui perubahan email itu, lalu pelapor melanjutkan tiga kali transfer hingga senilai satu milyar lebih.
Setelah pengiriman itu dilakukan pelapor lalu pelapor ini menanyakan uang pembayaran itu ke notaris itu. Namun, dari keterangan Notaris itu bahwa uang yang diterima baru Rp340 Juta, dan dari pihak Notaris tidak pernah mengganti rekening.
"Dari kejadian itu, Notaris baru sadar kalau alamat emailnya selama ini telah di bajak oleh orang lain untuk melakukan penipuan itu," jelasnya.
Pihaknya menambahkan bahwa kedua tersangka ini merupakan rekening penampung. Perihal ada campur tangan pihak lainnya, saat ini masih dalam penyelidikan dan belum ada pengakuan dari tersangka ini.
Disamping itu, Kasudbit V Siber Ditreskrimsus Polda Bali AKBP I Gusti Ayu Putu Suinaci menuturkan bahwa pihak notaris dan tersangka tidak saling mengenal, karena emailnya sudah diambil alih dan mengirimkan pesan melalui email bahwa ada perubahan nomer rekening itu.
"Kejadiannya itu di Bali, cuma kan kita ga tau hacker ini ada dimana, karena dia bisa melakukan hack itu kan dimana - mana, untuk transaksi tanah nya ya ada di Bali," katanya.
Suinaci menambahkan bahwa tersangka menyebar spam melalui banyak link - link itu dan tidak ada target khusus untuk disasar.
"Dengan menyebar spam, untung - untungan lah, tidak ada khusus TO, dan dia memang menyebarkan ke banyak link - link itu, kan, jadi jangan sekali - sekali mengklik hal - hal yang didapatkan di sms dan sebagainya, kemungkinan korbannya seperti itu," ucapnya.
Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan dugaan melakukan Tindak pidana transfer dana dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, perusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik dan/atau penipuan dan/atau pencucian uang.
Hal ini tertuang dalam Pasal 82 dan/atau Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2011 tentang Transfer Dana dan/atau Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) dan/atau Pasal 35 dan/atau Pasal 36 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 3, Pasal 5 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan/atau Pasal 378 KUHP, dengan ancaman penjara maksimal 8 tahun.
Usai konferensi pers, salah satu tersangka diwawancara dan menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki latar belakang IT dan hanya melalui media sosial Facebook saja.
"Gak punya background IT, cuma dari fb aja, dan ngehacknya awalnya itu saya dapat kiriman terus saya disuruh cek rekening dan udah gitu aja, dan setelah di cek ternyata ada saldo dari situ disuruh transfer ke rekening salah satu bank, dan diminta kirim ke dia (seseorang yang belum diketahui identitasnya), jelas S.
Pihaknya mengaku belum pernah bertemu dan melihat orang yang menghubunginya, hanya berkomunikasi via messenger, untuk diminta cek rekening sesuai yang diarahkan.