Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengajak para akademisi dan praktisi untuk turut mengatasi dan mencari solusi terhadap tren peningkatan jumlah pengangguran dari kelompok intelektual dari kalangan sarjana.
"Pengangguran itu bantalnya setan, tidur di atasnya itu sangat berbahaya," kata Gubernur Pastika mengumpamakan, saat menggelar Sarasehan Ketenagakerjaan di Denpasar, Sabtu.
Menurut dia, pengangguran dari kelompok intelektual mesti mendapat perhatian karena jumlahnya akan terus bertambah seiring proses wisuda di sejumlah perguruan tinggi.
Pastika memprediksi lulusan sarjana tiap tahunnya mencapai 25 ribu orang. "Dari jumlah itu, berapa yang tertampung di dunia kerja? Kalau masih menganggur, apa yang salah? Itu harus kita cari jawaban dan solusinya," ujarnya.
Menjawab sederet permasalahan itu, dia meminta kalangan akademisi mengevaluasi sistem pendidikan agar mampu menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Selain itu, pihak universitas juga diminta Pastika untuk menyesuaikan jurusan yang dibuka dengan kebutuhan pasar kerja.
Sementara itu, Rektor Universitas Udayana Prof Dr Ketut Suastika tidak sungkan mengakui adanya kontribusi perguruan tinggi yang dipimpinnya terhadap penambahan angka pengangguran intelektual.
"Kita semua harus berani menghadapi kenyataan, mungkin belum semua sarjana terserap dunia kerja," ucapnya.
Dia menilai, fenomena ini terjadi karena masih ada yang salah dalam sistem pendidikan. Salah satunya karena sejauh ini kurikulum pendidikan kebanyakan masih murni akademis tanpa diimbangi dengan pemberian keterampilan profesi agar lulusannya siap terjun ke dunia kerja.
"Jadi sebagian lulusan kita memang belum siap untuk bekerja. Mereka masih perlu tambahan kursus dan pelatihan life skill lainnya," ucap Suastika.
Menyikapi persoalan ini, pihaknya berkomitmen untuk membenahi tata kelola pendidikan di Universitas Udayana agar lulusannya lebih nyambung dengan kebutuhan dunia kerja.
Hal senada dikemukakan Rektor Universitas Warmadewa Prof Dr Dewa Putu Widjana. Mengacu sejumlah hasil penelitian, menurutnya memang terjadi tren peningkatan pengangguran kelompok intelektual. "Faktanya kami memang salah satu produsen sarjana," ujarnya.
Supaya tidak dicap sebagai universitas yang banyak mencetak pengangguran, pihaknya terus berupaya membenahi sistem pendidikan dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi.
Selain pemberian keterampilan, dia menilai perlunya gerakan revolusi mental di kalangan sarjana. "Hilangkan mental meminta-minta dan memilih pekerjaan. Isi diri dengan keterampilan sehingga dapat memenangkan persaingan dalam pasar kerja," kata Widjana.
Dalam sesi tanya jawab, sejumlah peserta menyampaikan aspirasi dan masukan terkait persoalan pengangguran. Ria Asteria, seorang wirausaha muda mengingatkan pentingnya penguasaan "life skill" agar lulusan sarjana siap terjun ke dunia kerja.
Selain itu, perempuan yang masih menempuh program doktor ini menyarankan agar orang tua menanamkan semangat kewirausahaan pada anak-anak mereka.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat hingga Agustus 2016, penduduk di Pulau Dewata berusia 15 tahun ke atas yang siap memasuki dunia kerja berjumlah 3.189.018 orang.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 77,24 persen atau 2.463.036 adalah angkatan kerja dan sisanya sebanyak 725.979 orang atau 22,76 persen masuk kategori bukan angkatan kerja. Disebut bukan angkatan kerja karena mereka masih mengikuti pendidikan, memang tidak butuh pekerjaan dan usia lanjut.
Dari jumlah angkatan kerja tersebut, sebanyak 2.416.552 orang sudah bekerja. Sedangkan sisanya sebanyak 46.484 orang atau 1,89 persen masih menganggur.
Terjadi tren peningkatan jumlah pengangguran pada kelompok lulusan sarjana yaitu dari 1,81 persen pada periode Februari 2016 menjadi 4,35 persen pada periode Agustus 2016. Hal yang sama terjadi pada kelompok lulusan diploma yaitu dari 2,06 persen menjadi 4,44 persen. (WDY)