Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengingatkan generasi muda di Pulau Dewata jangan berlama-lama menjadi pengangguran, karena hal itu diibaratkan seperti "parasit".
"Saya prihatin jika semakin banyak generasi muda menjadi parasit. Seharusnya kita malu kalau tiap hari menadahkan tangan meminta uang dari orang tua," kata Pastika dalam sarasehan ketenagakerjaan, di Denpasar, Sabtu.
Oleh karena itu, dia juga memberikan "pekerjaan rumah" kepada para rektor untuk mencari strategi apa yang harus dilakukan, supaya ketika mahasiswa sudah menamatkan kuliah tidak ke mana-mana hanya membawa map.
"Apalagi nanti hanya mengejar pekerjaan sebagai tenaga kontrak," ujarnya sembari berharap agar generasi muda tidak terlalu memilih-milih pekerjaan, meskipun sarjana.
Pastika juga mencontohkan, tamatan SMAN Bali Mandara (sekolah unggulan Pemprov Bali) yang sekarang menempuh pendidikan tinggi juga dilatih keterampilan mengemudi agar bisa mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari karena dengan beasiswa dari pemerintah tidak mencukupi.
Selain itu, dia meminta generasi muda untuk berpikir memilih tempat dan jurusan kuliah yang memang lulusannya dibutuhkan oleh dunia kerja. "Jangan kuliah yang nggak laku, meskipun kualitas kampusnya bagus," ujarnya.
Mantan Kapolda Bali itu juga memandang persoalan yang serius jika ternyata pengangguran yang tertinggi justru dari kelompok intelektual. Di Bali, dalam setahun saja rata-rata 25 ribu mahasiswa yang menamatkan kuliahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali Ketut Wija mengatakan jumlah pengangguran di Bali hingga Agustus 2016 sebanyak 46.884 orang.
"Dengan jumlah pengangguran terbuka 1,89 persen, memang dilihat dari persentasenya kecil jika dibandingkan ukuran nasional, tetapi bagi Bali jumlah pengangguran itu besar," ucapnya.
Wija menambahkan, berdasarkan data BPS, terjadi peningkatan persentase pengangguran dari kelompok sarjana dan penurunan persentase pengangguran untuk lulusan SD dan SMP.
"Hal ini karena lulusan SD dan SMP mau bekerja apa saja, sedangkan untuk tingkat yang di atasnya memilih-milih pekerjaan," ujarnya.
Padahal peluang kerja sangat banyak, seperti di sektor pariwisata, pertanian, jasa konstruksi dan sebagainya. Pihaknya menyayangkan di tengah bursa kerja "online" dengan lowongan lebih dari 24 ribu dan "job fair" dengan lowongan kerja hingga sembilan ribu dalam setahun, rata-rata yang terserap tidak lebih dari 25 persen.
"Ada peluang kerja yang banyak, tetapi tidak bisa dimasuki oleh tenaga kerja karena kemungkinan belum sesuainya kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja dengan tenaga kerja yang tersedia," kata Wija. (WDY)