Denpasar (ANTARA) - Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Bali menjawab tuntutan Forkom Swakelola Sampah Bali (SSB) dengan tetap membuka tempat pemrosesan akhir (TPA) Suwung hingga dua bulan ke depan.
“Hari ini sedianya ditutup, tapi karena sudah ada surat Menteri LH untuk relaksasi perpanjangan sampai 28 Februari 2026, tentu teman-teman swakelola maupun pelat merah diberikan akses dan kesempatan membawa sampahnya ke TPA Suwung,” kata Kepala DKLH Bali I Made Rentin di Denpasar, Selasa.
Rentin mengatakan selama dua bulan masa penundaan, swakelola diberikan kesempatan membawa truk sampahnya setiap hari pada pukul 08.00-11.00.
Selama masa ini, Pemprov Bali terus mendorong Pemkot Denpasar dan Pemkab Badung menyusun strategi terbaik mulai dari hulu rumah tangga melakukan dekomposter dan teba modern, lalu di tingkat desa membangun TPS3R, dan TPST di kabupaten/kota.
Jika nantinya seluruh TPS3R dan TPST aktif, sampah yang diangkut swakelola tidak hanya langsung dibuang ke TPA Suwung seperti yang selama ini mereka lakukan, melainkan dapat dibawa ke TPST untuk diolah.
Mendengar penundaan penutupan TPA Suwung oleh DKLH Bali, Ketua Forkom SSB I Wayan Suarta yang datang ke Kantor Gubernur Bali bersama ratusan karyawan swakelola dengan puluhan truk penuh sampah mengaku kurang puas.
“Kami belum puas, karena kami pikir cuma seumur jagung dua bulan itu, logika saja tidak akan bisa menyelesaikan sampah, bahkan sebelum itu bertahun-tahun, tidak bisa,” kata dia.
Para karyawan swakelola pesimistis langkah penyelesaian sampah berbasis sumber dan TPS3R, TPST, bisa menyelesaikan masalah sampah, sehingga mereka meminta TPA Suwung terus dibuka, setidaknya hingga rencana pengembangan pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) yang dikomandoi Danantara berjalan.
“Saya pikir penundaan seperti ini tidak menyelesaikan masalah, yang menyelesaikan masalah adalah kita sambil menunggu PSEL prosesnya hampir 2 tahun TPA ini tetap dipakai,” ujarnya.
Selain mempertimbangkan banyaknya volume sampah harian rumah tangga dan pariwisata, penutupan TPA Suwung juga mengganggu perekonomian banyak orang, seperti para karyawan di 243 pengusaha swakelola sampah dan pemulung di TPA.
“Hampir 2.800 (karyawan swakelola) belum pemulung yang mengais rezeki, itu akan menganggur kalau seperti itu, kami minta kepada pemerintah sebelum ada solusi yang permanen seperti PSEL jangan ditutup TPA ini, walaupun apapun programnya, itu tidak bisa mengatasi masalah, tetap harus ada TPA,” ujarnya.
