Denpasar (Antara Bali) - Program penuntasan wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan Pemerintah Provinsi Bali sejak dua tahun lalu tidak berjalan mulus karena terhambat oleh rendahnya dukungan orang tua siswa.
"Kami sudah buka akses untuk pendidikan, bahkan sampai wajib belajar (wajar) 12 tahun dengan berbagai fasilitas. Tapi masalahnya, anak-anak ini oleh orang tuanya sering disuruh kerja untuk membantu perekonomian keluarga," kata Gubernur Bali Made Mangku Pastika di Denpasar, Selasa.
Seusai rapat paripurna DPRD Bali, ia mengatakan, Pemerintah Provinsi Bali menyiapkan dana sebesar Rp203,7 miliar untuk sektor pendidikan tahun 2011, naik 19,6 persen dibandingkan tahun 2010 sebesar Rp170,3 miliar.
Menurut gubernur, bentuknya beragam, seperti pemberian dana pendamping untuk melengkapi dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang sudah dialokasikan pemerintah pusat.
Selain itu, kata Mangku Pastika, Pemprov Bali juga menyiapkan dana bantuan operasional pendidikan (BOP) bagi siswa SMA/SMK se-Bali.
"Di samping itu kami juga menyediakan bantuan pendidikan bagi siswa SD kurang mampu sebanyak 2.000 siswa, SMP sebanyak 2.000 siswa, dan SMA/SMK sebanyak 5.000 siswa," ujarnya.
Mangku Pastika mengakui beberapa bentuk bantuan pendidikan tersebut menjadi tidak efektif karena masalah kemiskinan maupun faktor mental di masyarakat. Tidak jarang bantuan dana pendidikan tersebut tidak dimanfaatkan untuk bidang pendidikan.
"Seringkali anak itu diberi biaya, uangnya diambil sama orang tuanya. Ini persoalan juga. Duitnya yang seharusnya untuk sekolah, oleh orang tuanya digunakan untuk makan," katanya.
Ia mengatakan, banyak siswa di daerah miskin yang cenderung yang enggan meneruskan sekolah setamat SD dan memilih mencari kerja sebagai buruh atau pembantu rumah tangga. Hal itu terutama banyak terjadi pada anak-anak di tiga kabupaten, yaitu Klungkung, Karangasem dan Buleleng.
Selain faktor kemiskinan, kata Gubernur Mangku Pastika, faktor jarak sekolah yang cukup jauh juga menjadi salah satu penyebab banyaknya siswa yang enggan melanjutkan pendidikan.
"Jaraknya yang jauh, membutuhkan tenaga dan biaya transportasi. Ini juga menjadi permasalahan terhadap keluarga siswa tersebut," katanya.
Guna mengoptimalkan bantuan pendidikan dalam menyukseskan wajib belajar 12 tahun, kata dia, Pemprov Bali akan mengupayakan pemondokan siswa miskin di lokasi yang berdekatan dengan sekolah.
"Dengan pemondokan, tidak bisa uangnya diambil oleh orang tuanya. Jadi bantuan yang diberikan langsung pada kebutuhan siswa," kata Mangku Pastika.
Untuk pemondokan, kata dia, pemerintah berencana menyewakan rumah-rumah kos yang sudah ada.
"Ada banyak rumah-rumah kos, kita akan sewakan itu untuk siswa-siswa miskin. Jadi tidak perlu lagi membangun bangunan baru. Kalau membangun baru, biaya akan sangat besar dan jadi tidak efektif," kata Mangku pastika menengaskan.
Dikatakan, pihaknya berupaya memanfaatkan anggaran secara efisien, yang penting anak-anak itu bisa sekolah.
"Kami berupaya memanfaatkan dana seefektif, minimal anak-anak kita tamat SMA/SMK," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, angka siswa putus sekolah di Bali tahun 2010 mencapai 354 siswa SMP dan 493 siswa SMA/SMK.(*)