Denpasar (Antara Bali) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali menggandeng komponen pelaku pariwisata di daerah setempat untuk menggencarkan sistem informasi kegiatan usaha penukaran valuta asing atau Sikupva guna menghindarkan wisatawan menggunakan "money changer" ilegal.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Causa Iman Karana di Denpasar, Minggu, menjelaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan melalui surat kepada asosiasi pariwisata untuk ikut berpartisipasi menyarankan wisatawan mengakses laman www.balimoneychanger.com yang memuat daftar "money changer" bukan bank yang berizin.
Asosiasi pariwisata itu di antaranya Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita), Gabungan Industri Pariwisata (GIPI) dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI).
Dalam laman informasi tersebut memuat informasi lokasi kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) bukan bank yang memiliki izin lengkap dengan nama dan peta melalui aplikasi pada telepon pintar.
Selain itu, bank sentral juga memanfaatkan media sosial yang saat ini menjadi tren di kalangan masyarakat yakni situs jejaring pertemanan facebook dan situs berbagi gambar atau instagram.
Bank sentral juga menggunakan sarana penyebarluasan informasi dalam jaringan moneychanger.com itu melalui SMS yang disebar di Bandara Ngurah Rai dan kawasan pariwisata seperti Ubud, Canggu, Seminyak dan Kuta.
Di sejumlah titik pariwisata seperti Jalan Raya Kuta dan Jalan Raya Kerobokan juga terpampang reklame berukuran besar agar wisatawan dan masyarakat menggunakan uang rupiah dalam setiap transaksi di Indonesia.
Keberadaan KUPVA atau money changer ilegal meresahkan masyarakat dan dapat mencoreng citra pariwisata termasuk di Bali.
Dengan adanya terobosan tersebut diharapkan wisatawan dapat terhindar dari praktik sejumlah oknum yang tidak bertanggungjawab.
Bank Indonesia mencatat jumlah money changer berizin di Bali per Agustus 2016 mencapai 662 unit yang terdiri dari 139 kantor pusat dan 523 kantor cabang.
Hampir 70 persen jumlah money changer itu berdiri di Kabupaten Badung, sedangkan sisanya di Denpasar dan Gianyar, sedangkan daerah lainnya jumlahnya lebih sedikit dan tidak merata. (WDY)