Denpasar (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali kembali mengangkat soal inovasi nyamuk berwolbachia sebagai cara yang ditawarkan untuk menekan kasus demam berdarah.
“Selama ini kami dengungkan 3M tidak jalan, kami punya inovasi (wolbachia) tidak jalan juga karena ditolak, tidak jadi, ada satu lagi vaksinasi tapi masih berbayar,” ucap Kepala Dinkes Provinsi Bali I Nyoman Gede Anom di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan nyamuk berwolbachia sejatinya sudah siap, sudah teliti oleh tim Universitas Udayana bahkan sudah dikirim untuk provinsi lain di Indonesia yang menjadi percontohan.
Sementara itu di Bali sendiri inovasi tersebut ditolak, sedangkan menurut data mereka sepanjang tahun 2024 kasus demam berdarah melonjak dua kali lipat lebih dari tahun 2023.
“Dibanding tahun sebelumnya kasus kita ada peningkatan, ini dua kali lipat meningkatnya, tahun 2023 sekitar 7 ribuan, sekarang 15 ribu,” kata Anom.
Dinkes Bali mencatat kasus demam berdarah akibat gigitan nyamuk aedes aegypti sepanjang 2024 sebanyak 15.179 kasus dengan 25 orang meninggal dunia.
Jika diurutkan, kasus demam berdarah tertinggi terjadi pada bulan Mei dengan 3.339 kasus dan berangsur menurun hingga Desember.
Kabupaten dengan kasus tertinggi sepanjang tahun adalah Gianyar dengan 4.453 kasus dan terendah Jembrana dengan 323 kasus.
Sedangkan untuk kasus meninggal dunia sembilan orang di Denpasar, lima orang di Gianyar, empat orang Tabanan, tiga Klungkung, dua Karangasem, satu Badung, dan satu Bangli.
Anom mengatakan di saat musim hujan kasus yang terjadi tidak setinggi di musim kemarau, menurutnya ini akibat curah hujan yang tinggi malah menghanyutkan jentik-jentik.
Namun menurutnya juga kondisi ini membuat masyarakat harus waspada, sebab perkembangbiakan nyamuk penyebab demam berdarah tidak lagi hanya di musim penghujan.
Dinkes Bali sendiri belum berani memutuskan menyebar nyamuk berwolbachia meski inovasi tersebut dinilai baik untuk kondisi saat ini.
Pun apabila harus dilakukan simulasi, Anom ingin digelar di seluruh Bali, tidak lagi di kabupaten/kota tertentu saja.
Saat ini proses sosialisasi dan kajian tentang wolbachia masih bergulir, pemerintah daerah ingin mendengar reaksi masyarakat terhadap inovasi ini sehingga tak ingin terburu-buru.
Dinkes Bali merasa satu-satunya cara jika nyamuk berwolbachia ingin diterapkan di Bali solusinya adalah penunjukan dari pemerintah pusat sehingga tak ada alasan menolak.
Jika menggunakan pencegahan 3M menurut Anom tidak optimal, masyarakat perlu menggencarkan gotong royong kebersihan, sementara untuk vaksin dibutuhkan anggaran untuk gratis atau membayar dengan Rp700 ribu untuk dua kali vaksin.