Gianyar (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mengajak jajaran Majelis Desa Adat di Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, untuk melakukan sosialisasi dan pemantauan/pengawasan terhadap kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) tak berizin di wilayah setempat.
"Untuk pengawasan di seluruh Bali, tentu kami tidak bisa sendiri, sehingga kami melibatkan pihak Majelis Desa Adat agar penyelenggaraan KUPVA BB berjalan dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku," kata Kepala Divisi SP PUR Layanan dan Administrasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Agus Sistyo Widjajati saat menyampaikan sambutan, di Bale Banjar Ubud Kelod, Kabupaten Gianyar, Senin.
Menurut Agus, keberadaan KUPVA BB tak berizin itu sangat berdampak terhadap citra kepariwisataan Bali, apalagi pada daerah-daerah kantong wisata seperti Ubud, Kabupaten Gianyar, yang menjadi salah satu destinasi favorit wisatawan mancanegara ketika berkunjung ke Pulau Dewata.
Oleh karena itu, pihaknya memandang penting sinergi desa adat untuk turut berperan terhadap keberadaan KUPVA BB di wilayah masing-masing. "Desa adat 'kan posisinya lebih dekat, sehingga penanganan bisa lebih cepat dan efektif ketika ditemukan KUPVA BB tak berizin, mereka bisa segera melapor ke Bank Indonesia," ucapnya.
Pada acara Sosialisasi Ketentuan KUPVA BB itu yang dihadiri para bendesa (pimpinan desa adat), kepala desa/lurah, hingga perwakilan kepolisian di Kecamatan Ubud itu serta Ketua BPD Asosiasi Penukaran Valuta Asing (APVA) Bali Hj Ayu Astuti Dhama tersebut, Bank Indonesia dengan Majelis Desa Adat Kecamatan Ubud menandatangani Pernyataan Bersama tentang Kerjasama dan Koordinasi terkait Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank.
Ruang lingkup kerja sama meliputi kegiatan sosialisasi dan fasilitasi dalam upaya memberikan pemahaman terkait penyelenggaraan KUPVA, melakukan sinergi sumber daya dalam rangka pembinaan, pemantauan dan penertiban KUPVA BB tidak berizin, serta melakukan pertukaran data/informasi terkait KUPVA Bukan Bank.
"Kami meyakini dengan kerjasama ini, selain akan mampu menjaga aktivitas kegiatan penukaran valuta asing ini berjalan dengan baik juga akan mencegah munculnya kegiatan KUPVA BB yang tidak berizin yang seringkali melakukan kegiatan penukaran yang merugikan wisatawan sehingga merusak citra wisata di Ubud khususnya dan Bali pada umumnya," ujar Agus.
Baca juga: BI-Pemprov Bali perkuat koordinasi dorong pertumbuhan ekonomi
Pihaknya berharap kerja sama ini dapat menciptakan ketenteraman dan kenyamanan masyarakat dan para wisatawan di wilayah Kecamatan Ubud yang nantinya dapat meningkatkan citra pariwisata Bali menjadi lebih baik.
Hingga akhir Januari 2020, jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB Berizin di Provinsi Bali tercatat sejumlah 627 kantor, yang terdiri dari atas 127 Kantor Pusat dan 500 Kantor Cabang.
Jumlah itu meningkat 3,35 persen (yoy), dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 606 kantor, yang terdiri dari 123 kantor pusat dan 483 kantor cabang. Sementara itu, dibandingkan nasional jumlah jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB di Provinsi Bali mencapai 29 persen.
Jumlah kantor yang paling banyak berada di wilayah Kabupaten Badung, yaitu sebanyak 67 persen, 12 persen berada di Kota Denpasar, 11 persen di Kabupaten Gianyar dan 10 persen tersebar di kabupaten lainnya.
Untuk jaringan kantor KUPVA BB yang berlokasi di Kabupaten Gianyar tercatat sejumlah 69 kantor yang terdiri dari 12 Kantor Pusat dan 57 Kantor Cabang, dengan total transaksi Rp3,97 triliun atau 11 persen dari total transaksi KUPVA di wilayah Provinsi Bali yang mencapai Rp37,8 triliun.
Baca juga: BI tertibkan 41 KUPVA tak berizin di Bali
Dari sisi komposisi per mata uang asing, mata uang USD masih mendominasi, yaitu Rp13,8 triliun atau 40 persen, AUD Rp8,89 triliun atau 25 persen dan mata uang asing lainnya sejumlah Rp4,97 triliun atau 14 persen dari total transaksi selama tahun 2019.
"Kami juga akan melakukan koordinasi dan kerja sama yang lebih intensif dengan 'stakeholder' terkait lainnya baik dengan pemerintah daerah, kepolisian, Asosiasi KUPVA, desa adat di wilayah Provinsi Bali maupun dengan Satpol PP untuk melakukan upaya pencegahan penertiban kegiatan KUPVA tidak berizin," kata Agus.
Sementara itu, Bendesa Alit Majelis Desa Adat Kecamatan Ubud, I Made Suardana, mengatakan sangat mendukung upaya yang dilakukan Bank Indonesia tersebut terkait dengan sosialisasi dan pemantauan KUPVA BB untuk di wilayah desa adat. "Kami tahu betul, peran desa adat penting untuk ajegnya kepariwisataan di Bali," ujarnya.
Setelah adanya penandatangan pernyataan bersama tersebut, Suardana berjanji akan membicarakan lebih lanjut dengan para bendesa (pimpinan desa adat), terkait kemungkinan memasukkan dalam "perarem" atau kesepakatan adat tertulis. Di Kecamatan Ubud sendiri terdapat 32 desa adat.
"Dengan demikian, krama (warga) bisa turut mengawasi para penjual valuta asing di wilayahnya masing-masing," katanya, didampingi Camat Ubud Ida Bagus Putu Suamba.
Camat Ubud mengatakan kegiatan sosialisasi dan edukasi mengenai KUPVA BB itu penting bagi daerah setempat sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Pulau Dewata. "Sebagai daerah wisata, aktivitas pariwisata tentu banyak di sini. Kami berharap dengan kegiatan ini dapat mengetahui mana KUPVA yang resmi dan mana yang tidak, dengan demikian dapat memberikan keamanan dan kenyamanan wisatawan dalam bertransaksi," ucap Suamba.
BI Bali ajak Majelis Desa Adat Ubud awasi KUPVA tak berizin
Senin, 10 Februari 2020 15:19 WIB