Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali menggencarkan pengembangan padi varietas gogo di lahan kering dan perbukitan untuk mengatasi ancaman krisis pangan.
"Produksi padi gogo di Bali masih rendah. Ke depan, padi gogo ini banyak diperlukan," kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, Ida Bagus Wisnuardana, di Denpasar, Senin.
Menurut dia, budidaya padi gogo di Pulau Dewata sebarannya juga belum merata karena hanya di Kabupaten Tabanan, Kabupaten Bangli, dan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dengan hasil panen 2 ton per hektare sekali dalam setahun.
Wisnuardana lebih lanjut menjelaskan bahwa luas potensi lahan persawahan di Bali hingga tahun 2013 mencapai 81.165 hektare. "Kalau produksi padi pada lahan sawah basah itu sekitar 6 ton per hektare gabah kering giling yang baru panen," ucapnya.
Sementara luas potensi pemanfaatan lahan kering berupa tegal atau kebun mencapai 123.741 hektare, perkebunan (121.061 ha), lahan tidak diusahakan (494 ha), dan lahan lainnya mencapai luas 4.558 hektare.
Ia menjelaskan pemanfaatan lahan sawah terutama lahan basah sudah baik, namun pemanfaatan lahan kering itu kini masih belum optimal karena dipengaruhi kondisi lahan yang kritis.
Kondisi lahan kritis tersebut juga diikuti dengan berkurangnya ketersediaan air irigasi sebagai akibat persaingan kebutuhan permukiman dan sarana pariwisata.
Oleh sebab itu, pemerintah berupaya mencari solusi yang salah satunya melalui studi komparatif ke daerah lain yang dinilai sukses mengembangkan padi gogo pada lahan kering seperti yang diaplikasikan para petani di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Biro Hubungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Bali berencana mengajak serta sejumlah media di Pulau Dewata sebagai Media Informasi Pembangunan untuk ikut memberikan informasi dan masukan kepada pemerintah dan masyarakat terkait pengembangan padi gogo di Pulau Lombok pada 11-13 Maret 2015.
Sementara itu Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud) Prof Wayan Windia yang menjadi salah satu pembicara dalam pembekalan itu mengharapkan agar studi komparatif tersebut bisa diaplikasikan di Bali untuk pengembangan padi gogo.
Selain aplikasi nilai filosofis, kelembagaan pertanian hingga dukungan pemerintah setempat dalam sektor pertanian juga menjadi bahan acuan.
"Itu salah satunya bisa dijadikan latar belakang pengembangan padi gogo, baik nilai-nilai yang diaplikasikan, kelembagaan hingga adanya insentif, maupun subsidi dari pemerintah," ucap Windia yang juga Ketua Pusat Penelitian Subak Unud itu. (DWA)