Jakarta (Antara Bali) - Badan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa
memberikan apresiasi terkait program Reducing Emission from
Deforestation and Degradation yang dilaksanakan di Indonesia.
"Saya
mengapresiasi upaya-upaya Indonesia karena mampu menunda kerusakan
hutan dan terus mencari inovasi baru pemanfaatan potensi hutan," kata
perwakilan UNDP Helen Clark di New York, seperti dikutip dari rilis
resmi Kementerian Luar Negeri, Kamis.
Clark juga setuju atas
pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menegaskan
pentingnya hutan untuk kaum miskin dan termarjinalkan, khususnya kaum
perempuan. "Kaum perempuan sering berada dalam kondisi lebih papa dari
kaum pria," lanjut dia.
Selain PBB, Norwegia melalui Menteri
Lingkungan Hidup Tine Sundtoft juga memuji langkah Indonesia yang akan
mengurangi karbon dioksida, dengan bantuan negara¿negara sahabat,
sebanyak satu miliar ton pada akhir 2020.
Dikutip dari Kemenlu,
REDD+ adalah mekanisme bagi negara-negara dengan hutan primer untuk
memerangi perubahan iklim dan pemanasan global dengan mengurangi emisi
gas rumah kaca, melestarikan hutan, dan memanfaatkan potensi hutan
dengan cara-cara terbarukan.
Sebelumnya, di depan para pimpinan
negara sahabat pada Forum Indonesia`s REDD+ di New York, AS, Presiden
SBY menekankan pentingnya program REDD+ untuk menjaga kenaikan suhu bumi
di bawah dua derajat Celcius.
"REDD+ adalah mekanisme yang
sangat penting jika kita ingin tetap berada di bawah batas dua derajat
Celcius di akhir abad ini," kata Presiden.
Salah satu
implementasi REDD+ di Indonesia adalah moratorium (penundaan)
pengeluaran izin pemanfaatan hutan gambut dan hutan tropis.
"Melalui
moratorium ini, Indonesia berhasil melindungi 53 juta hektar lahan.
Karena hasilnya positif, moratorium diperpanjang hingga tahun 2015 untuk
menurunkan tingkat penggundulan dan kerusakan hutan secara drastis,"
tutur Presiden.
Menurut Presiden SBY ada empat pelajaran yang
bisa dipetik dari implementasi REDD+ untuk Indonesia. "Pertama adalah
perubahan cara berpikir tentang pemanfaatan hutan. Kedua perlunya
melindungi komunitas lokal," papar SBY.
Ketiga, Presiden
melanjutkan, harus melibatkan berbagai macam pemangku kepentingan:
sektor swasta, LSM, masyarakat lokal dan pemerintah. Dan terakhir peran
pemerintah yang kuat sebagai regulator. (WDY)
PBB Apresiasi Program Redd+ Indonesia
Kamis, 25 September 2014 13:19 WIB