Kiprah Hening Puspitarini di DPRD Provinsi Bali biasa-biasa saja, bahkan suaranya pun nyaris tak terdengar.
Namun di luar parlemen, pesonanya luar biasa untuk ukuran masyarakat di Pulau Dewata, meskipun dia berasal dari Pulau Jawa.
Pakaiannya yang minim, baik pada acara formal maupun kesempatan lain sering kali mengundang decak kagum masyarakat.
Apalagi penampilannya yang bagaikan selebritas menyita perhatian media, terutama ketika politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) terjerat kain kebaya anggota PKK Kabupaten Bangli yang mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp776.900.000.
Kasus yang menjeratnya itu pun tak serta-merta mengantarkannya ke balik jeruji hingga sidang perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar pada 7 Maret 2014.
Ketua Majelis Hakim I Made Suweda memerintahkan penahanan atas anggota Komisi IV DPRD Provinsi Bali itu di Rumah Tahanan Negara Bangli. Penjara itu sebelumnya dihuni sang suami, Nyoman Susrama, yang dihukum seumur hidup akibat terbukti sebagai otak pembunuhan wartawan Radar Bali Anak Agung Prabangsa.
Hening dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Ayat 1 jo Pasal 18 (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nyoman Sucitrawan terungkap bahwa dana hibah, semestinya disalurkan kepada enam kelompok PKK pada tahun 2011 yang berada di wilayah Kayubihi, Kabupaten Bangli, di antaranya kelompok PKK Dinas Kayubihi, PKK Banglet, PKK Gebagan, dan PKK Mampeh.
Namun bantuan sosial dalam bentuk hibah seragam PKK yang masuk dalam item belanja daerah dalam APBD berdasarakan peraturan daerah ternyata salah sasaran. Uang hibah tersebut disalahgunakan oleh lulusan Pascasarjana Universitas Manajemen Indonesia (UMI) Jakarta.
Setelah tuntutan hukuman 1,5 tahun penjara dari JPU, terdakwa mengajukan pembebasan beban denda sebesar Rp50 juta dan uang pengganti kerugian negara senilai Rp193.900.000 dengan dalih tidak memperkaya diri sendiri.
"Saya tidak pernah berniat untuk melakukan tindak korupsi atau memperkaya diri sendiri. Saya hanya melakukan tugas sebagai anggota Dewan dalam membantu masyarakat," ujarnya.
"Saya menyerahkan sepenuhnya kepada jaksa dan aparat penegak hukum agar memberikan keringanan kepada saya," lanjutnya sambil menyeka air mata yang membasahi pipinya.
Pada Rabu (15/7), Jaksa Raka Arimbawa, tidak mengabulkan keberatan yang diungkapkan pihak Hening pada sidang tersebut.
Dalam sidang replik atau tanggapan jaksa terhadap pembelaan terdakwa, Raka Arimbawa meminta majelis hakim tidak perlu mempertimbangkan keberatan terdakwa lagi. "Kami menyatakan berpendirian tetap pada tuntutan pidana," ujarnya.
Jaksa memandang keberatan terdakwa adalah hal yang wajar. Pembelaan Hening yang mengatakan bahwa perbuatannya dilakukan karena ketidaktahuannya tentang mekanisme penggunaan anggaran bansos dan tidak adanya aturan pasti dalam pengelolaan dana tersebut di DPRD tetap dianggap bersalah menurut hukum.
Terkait pernyataannya mengenai niat baiknya untuk membantu masyarakat dianggap sebagai suatu hal yang layak mengingat perannya sebagai anggota DPRD yang seharusnya mempunyai kemampuan dan mengerti legitimasi ataupun ketentuan yang berlaku dalam penggunaan anggaran.
Atas tanggapan jaksa, kuasa hukum Hening, Agus Sujoko menyatakan tetap pada pembelaannya dan tidak melakukan duplik.
Namun, pada pengadilan Rabu (23/7) majelis hakim berkata lain. Hening dijatuhi hukuman penjara selama 13 bulan dan denda Rp50 juta. Vonis majelis hakim itu lebih rendah daripada tuntutan JPU selama 18 bulan.
Hening terlihat sangat syok, menangis, dan tidak bisa berdiri. Seusai putusan itu dia tidak mampu bicara hanya diwakilkan oleh kuasa hukumnya bahwa masih memikirkan apakah menerima hukuman itu atau mengajukan gugatan.
"Kami akan memberikan informasi secepatnya, apakah melakukan gugatan atau tidak," ujar Agus Sujoko.
Gagal Pertahankan Kursi
Vonis 13 bulan dan denda Rp50 juta terhadap Hening Puspitarini belum cukup memberikan efek jera terhadap para koruptor.
Sebab hukuman yang diberikan oleh Ketua Majelis Hakim, Made Sueda, itu lebih rendah dari dari tuntutan hukuman yang diberikan Jaksa Penuntut Umum Sucitrawan, pada pada Selasa (1/7) yaitu selama 18 bulan dengan membayar denda sebesar Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan penjara.
Meski mendekam di sel penjara bersama Nyoman Susrama (saudara kandung mantan Bupati Bangli Nengah Arnawa), Hening masih punya kesempatan bertarung pada Pemilu Legislatif 9 April 2014.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bali I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandhi menyatakan bahwa Hening masuk dalam daftar caleg tetap (DCT) untuk mempertahankan kursinya di legislatif karena pada saat itu kasus yang melilitnya belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Bahkan putri sulung dari tiga bersaudara pasangan suami-istri Sugito-Nancy Haryani itu terdaftar sebagai calon anggota legislatif PDIP untuk DPRD Bali dari daerah pemilihan Kabupaten Bangli meraih sekitar 20 ribu suara.
Raka Sandhi mengemukakan jika terpilih kembali sebelum divonis penjara, maka wanita setengah baya yang rambutnya sering berganti-ganti warna itu berhak dilantik menjadi anggota DPRD Bali periode 2014-2019.
Sayangnya Hening diputus pengadilan setelah menjadi anggota DPRD Bali sehingga sudah bukan lagi kewenangan KPU.
Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi DPD PDIP Bali I Wayan Sutena mengatakan, sosok Hening yang sangat memasyarakat di tempat tinggalnya Kabupaten Bangli tetap diharapkan menjadi pendulang suara partai berlambang kepala banteng kekar dalam lingkaran itu.
DPD PDIP Bali tetap memberikan pembelaan sesuai dengan mekanisme partai terhadap kasus Hening Puspita Rini. Proses hukum tetap dihormati, partai sendiri tetap memberikan pembelaan secara hukum sesuai aturan partai.
Namun, masyarakat berkata lain. Hening tidak mampu mengambil kepercayaan masyarakat sehingga dirinya tidak bisa lagi duduk di kursi DPRD Provinsi Bali periode 2014-2019. (WDY)