Kairo (Antara Bali) - Usianya baru 11 tahun ketika dikirim ke Arab Saudi untuk menjadi pembantu rumah tangga 13 tahun silam.
Celakanya, Warni Uwas Acing, gadis remaja yang kini berusia 23 tahun
itu di paspornya yang dikeluarkan tahun 2001, tertulis berusia 42
tahun.
Di pospor milik Warni bernomor AD 575068 itu tercatat tanggal
kelahirannya pada 12 Juni 1971, padahal kelahiran aslinya adalah tahun
1990.
Siapa yang memanipulasi usia gadis yang masih bau kencur itu agar
bisa memenuhi persyaratan usia kerja yang di kehendaki undang-undang
Arab Saudi?.
Warni pun tak tahu. Tapi yang jelas, ia dikirimkan oleh sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi.
Sejak tiba di Arab Saudi tahun 2001, Warni putus hubungan dengan orang tua dan keluarganya di Indonesia.
Majikannya tidak pernah mengizinkan Warni cuti, bahkan gaji pun tidak diberikannya.
Kasus hilangnya Warni muncul pada Desember 2010 ketika orang
tuanya, Uwas Acing, mengajukan pengaduan kepada Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Sejak itu, KBRI Riyadh melacak keberadaan Warni, termasuk melalui
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, namun tidak membuahkan hasil.
Pada 8 April 2014 adalah tanggal berkah bagi Warni saat didampingi
majikannya, Falah Muhaya Falhan Al Assimi, untuk memperpanjang paspor di
KBRI Riyadh.
Kesempatan baik itu tidak disia-siakan KBRI setelah sekitar empat tahun tidak menemukan jejak Warni.
"Ya benar, Warni sudah kami lindungi di KBRI dan sedang dalam proses
untuk dipulangkan di Indonesia," kata Duta Besar RI untuk Arab Saudi AM
Fachir, yang dikonfirmasi ANTARA dari Kairo, Kamis (10/4) malam.
Ibarat durian runtuh
Warni Kepada petugas KBRI mengisahkan bahwa ia tidak pernah mencicipi gajinya sejak bekerja 13 tahun silam.
Majikannya bermukim di Dammam, kota pelabuhan Teluk Persia/Teluk Arab, Provinsi Sharqiyah.
Kendati demikian, Warni mengakui diperlakukan secara baik oleh majikannya.
Menurut Warni, dua tahun pertama, ia dijanjikan gaji sebesar 600
Riyal Saudi per bulan, dan selama 11 tahun berikutnya, gajinya turun
menjadi 500 Riyal.
Meskipun pengurangan gaji itu atas kesepakatan bersama, namun Warni tidak pernah menerimanya.
Warni menjelaskan, sejak lima tahun yang lalu, ia terus menerus
merengek untuk dipulangkan ke Indonesia, namun majikannya tidak mau
merestui dan hanya sebatas menjanjikan saja.
Untungnya, sang majikan, Falah Muhaya Falhan Al Assimi, kooperatif saat dimintai keterangan oleh petugas KBRI Riyadh.
Pada 9 April 2014, hanya sehari setelah Warni dilindungi di KBRI,
sang majikan menyatakan bersedia menunaikan kewajibannya untuk membayar
semua gaji selama 13 tahun kepada Warni.
Warni pun berhak mendapatkan hasil keringatnya selama 13 tahun mengadu nasib di negeri kaya minyak itu.
Ibarat durian runtuh, Warni mengantongi 80.400 Riyal atau sekitar
Rp241,2 juta, ditambah biaya tiket pesawat ke Indonesia sebesar 2.000
Riyal.
Dengan linangan air mata, Warni pada 9 April 2014 untuk pertama
kali berbicara lewat telepon dengan ayahnya, Uwas Acing, di Tanah Air
yang difasilitasi oleh KBRI.
Uwas Acing menyampaikan terima kasih kepada KBRI Riyadh yang telah
membantu mempertemukan kembali putrinya setelah 13 tahun berpisah.(WDY)
Hikayat TKW 13 Tahun Hilang di Saudi
Jumat, 11 April 2014 8:31 WIB