Denpasar (ANTARA) -
Kepolisian Daerah Bali menyatakan lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus reklamasi Pantai Melasti, di Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, dijerat dengan pasal berlapis.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto di Denpasar, Bali, Senin mengatakan kelima tersangka GMK (58), MS (52) IWDA (52), KG (62) dan T (64) berperan sebagai pemberi izin dan turut serta membantu berjalannya proyek reklamasi Pantai Melasti berdasarkan hasil gelar perkara pada Jumat, 26 Mei 2023.
Adapun pasal yang menjerat kelima tersangka adalah Pasal 75 jo Pasal 16 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 56 ke 1 e KUHP dengan ancaman tiga tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Kedua, Pasal 109 juncto Pasal 36 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup jo UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun, denda paling sedikit Rp1 miliar paling banyak Rp3 miliar.
Baca juga: Polda Bali tetapkan lima tersangka kasus reklamasi ilegal di Pantai Melasti
Ketiga, Pasal 69 jo Pasal 61 A UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang jo UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun dan denda Rp500 juta.
Namun demikian, sampai kini Polda Bali belum melakukan penahanan terhadap kelima tersangka karena ancaman hukumannya di bawah lima tahun.
"Ancaman tersebut adalah di bawah lima tahun tidak ditahan," kata Satake.
Sementara itu, Kasubdit II Ditreskrimum Polda Bali AKBP I Made Witaya mengatakan terkait peran tersangka, ada dua pelaku utama, yaitu IG dan MS yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama di PT Tebing Mas Estate dan dibantu tiga orang tersangka lain, termasuk Bendesa Adat Ungasan.
Witaya mengatakan berdasarkan keterangan ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Basuki Wasis menyatakan bahwa pengerukan Pantai Melasti sudah dinamakan reklamasi dan menimbulkan kerusakan lingkungan dan biota laut di lokasi. Karena itu, kelima terlapor tersebut sudah ditingkatkan statusnya menjadi tersangka.
Baca juga: Polda Bali periksa 30 saksi terkait reklamasi Pantai Melasti
"Kerusakan pemanfaatan daerah pesisir itu, termasuk lahan-lahan yang tadinya ada biota laut yang tumbuh dan berkembang di sana. Menurut ahli, itulah terganggu ekosistem di sana," katanya.
Dia mengatakan secara keseluruhan, luas lahan untuk reklamasi berdasarkan hasil pengukuran BPN Kabupaten Badung mencapai 2,2 hektar dan yang telah dikerjakan mencapai 1,8 hektar.
Witaya menjelaskan bahwa proses penyidikan masih tetap berjalan karena itu tidak menutup kemungkinan ada tersangka lainnya, termasuk menyelidiki izin dari tujuh "beach club" yang berada tak jauh dari lokasi reklamasi.
"Sementara kami masih tahap satu ya, proses pemberkasan ke kejaksaan sambil berkoordinasi dengan jaksa. Apabila nanti ada P19, maka jaksa yang mengarah ke tersangka lain akan diberitahukan. Sementara masih proses, perkaranya masih jalan," kata Witaya.
Witaya menjelaskan proses pengerukan Pantai Melasti telah dimulai pada Februari 2018 bersama dengan beberapa kelompok nelayan diawali dengan pembuatan anjungan. Kemudian, kegiatan tersebut dihentikan karena ada sidak dari desa dan prajuru desa setempat bahwa di sana ada dugaan pengurukan ilegal.
Menurut keterangan Witaya, jumlah dana yang telah dikucurkan untuk melakukan reklamasi Pantai Melasti mencapai Rp9 miliar.
"Sesuai dari data yang kami dapatkan sementara ini ada Rp4 miliar untuk reklamasi, kemudian Rp5 miliar untuk sumbangan ke desa adat," kata Witaya.
Dia mengatakan saat ini penyidik sedang bekerja untuk menelusuri aliran uang yang diduga terkait pengerjaan proyek reklamasi Pantai Melasti tersebut.