Tabanan (Antara Bali) - Sekitar seratus warga Desa Adat Kukuh, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali, mendatangi kantor bersama Perbekel, Bendesa dan BPD Kukuh, mendesak Panitia Pemilihan Bendesa Adat setempat dibubarkan karena dinilai tidak punya legalitas.
"Kami meminta panitia pemilihan bendesa adat membubarkan diri, karena sebagai panitia boneka yang dikendalikan oknum tertentu," ujar seorang warga saat menyampaikan aspirasi di hadapan para perangkat desa Marga di Tabanan, Minggu.
Salah seorang warga Kukuh yang juga anggota panitia pemilihan, I Gusti Rai Pujayasa menilai panitia dibentuk sebagai boneka yang dikendalikan untuk kepentingan pribadi.
Di hadapan warga, Pujayasa menyampaikan, selama dua periode kepemimpinan Bendesa Adat IGM Purnayasa banyak ketimpangan dan pelanggaran awig-awig.
"Periode pertama, tidak pernah menggelar paruman agung (rapat istimewa). Segala pertanyaan masyarakat selalu buntu, karena kepemimpinannya tidak pernah turun ke masing-masing banjar," katanya.
Periode kepemimpinan kedua Purnayasa juga dinilai cacat, karena tidak lewat pemilihan langsung, melainkan ditetapkan panitia yang dibentuknya sendiri. Juga, pertanggungjawaban keuangan tidak pernah dilaksanakan secara langsung, hanya melalui surat yang dibacakan kelian adat banjar setempat.
Para pendemo minta difasilitasi untuk bertemu ketua panitia. Mereka menginginkan panitia yang telah dibentuk dibubarkan saja, dan membentuk panitia baru yang bersifat independen. Massa juga tidak mengakui Purnyasa sebagai Bendesa Adat, lantaran masa jabatannya telah habis per 28 Oktober 2009.
Perbekel atau kepala desa Adat Kukuh, Ketut Budiarta keluar ditemani Ketua BPD Kukuh, menenangkan masa. Kedua tokoh ini berhasil menenangkan massa dan akhirnya Ketua Panitia I Gusti Putu Sadnya keluar menemui massa.
Bendesa Adat Kukuh, IGM Purnayasa dikonfirmasi terpisah menjelaskan, unjuk rasa itu dilakukan sekelompok orang itu bertujuan menjegalnya sebagai calon Bendesa Adat Kukuh dalam pemilihan bendesa adat, pada 27 Desember mendatang.
"Masa jabatan saya memang berakhir 28 Oktober, namun para kelian adat diperpanjang lagi hingga 31 Desember sampai adanya terpilih bendesa adat yang baru," jelasnya.
Soal pencalonannya, ujar dia sudah sesuai mekanisme, dan memenuhi kriteria. Namun ia mengakui diantara panitia terjadi perbedaan penafsiraatas awig-awig yang baru disahkan per 1 Desember lalu. Dimana dalam awig-awig tersebut dijelaskan bisa menjabat selama dua periode.
Sedang dalam tafsirnya, awig-awig itu baru disahkan per 1 Desember, artinya, Purnayasa mengaku belum pernah menjabat jika mengacu pada awig-awig, meskipun telah pernah menjabat dua kali periode. Sebab, awig-awig tidak berlaku surut.
Namun sebagian pihak panitia, mengartikan lain. Purnayasa telah pernah dua kali menjabat, sehingga tidak relevan dengan awig-awig.
Karena tidak ada titik temu tersebut, panitia menyerahkan masalah itu ke masing-masing banjar adat yang jumlahnya 12 banjar adat.
Soal tudingan dirinya tak pernah menggelar paruman agung dan menyampaikan langsung pertanggung jawaban ke masing-masing banjar, Purnayasa, menyatakan awig-wig tidak membahas paruman agung.
"Yang ada adalah rapat rutin bulanan dengan para kelian adat. Pertanggung jawaban telah disampaikan ke masing-masing banjar secara transpran, lewat kelian adat masing-masing," ucapnya.
Selain itu, ujar dia, dikenal rapat rutin sebulan sekali, rapat pertanggung jawaban dan pembuatan program, tiga bulan sekali. "Pertanggungjawaban utuh dibuat lima tahun sekali setelah mengakhiri masa jabatan," jelasnya. (*)