Denpasar (ANTARA) -
Jaksa Penuntut Umum(JPU) Kejaksaan Tinggi Bali menyebutkan aksi Bendesa Adat Berawa, Kabupaten Badung, Bali Ketut Riana (54) yang diduga melakukan pemerasan pada investor yakni Andianto Nahak T Moruk sebesar Rp50 juta untuk bayar utang dan berobat cucu.
Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan Henry Yoseph Kindangen, Nengah Astawa dan kawan-kawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Kamis.
"Sekitar bulan November 2023, terdakwa menghubungi saksi Andianto Nahak T Moruk melalui telepon dan chat WhatsApps bahwa terdakwa membutuhkan uang sebesar Rp50 juta untuk bayar hutang dengan warga Berawa dan imunisasi cucu terdakwa," kata JPU di hadapan Majelis Hakim pimpinan Gde Putra Astawa.
Permintaan terdakwa tersebut dipenuhi oleh saksi Andianto Nahak T Moruk dan pada 20 Nopember 2023, saksi Andianto Nahak T Moruk menyerahkan uang tunai sebesar Rp50 juta ke terdakwa di Starbucks Simpangan Dewi Sri, Jalan Sunset Road Legian, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Baca juga: Buntut OTT Bendesa adat, Investor di Bali diminta urus izin usaha
Penyerahan uang tersebut tanpa kwitansi karena permintaan dari terdakwa Ketut Riana.
Pada saat itu, kata Jaksa, terdakwa menyampaikan bahwa jumlah permintaan uang sebesar Rp10 M yang dimintakan pada awal sebelum penyerahan uang Rp50 juta tersebut, masih tetap berlaku dan terdakwa meminta agar penyerahan uang sebesar Rp50 juta tersebut jangan disampaikan ke mana-mana, termasuk ke Kelian Banjar Adat Berawa.
Setelah penyerahan uang sebesar Rp50 juta tersebut, selama periode bulan November 2023 sampai dengan Desember 2023, terdakwa terus menghubungi saksi Andianto Nahak T Moruk dan menanyakan perkembangan permintaan uang sebesar Rp10 miliar tersebut.
Dugaan pemerasan yang dilakukan Ketut Riana yang menjabat sebagai Bendesa Desa Adat Berawa Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Bandung Provinsi Bali masa bakti 2020-2025 itu berawal dari rencana PT. Berawa Bali Utama mau investasi berupa pembangunan apartemen dan resort di kawasan Desa Adat Berawa.
Baca juga: MDA Bali dukung proses hukum kasus pemerasan Bandesa Adat Berawa
Untuk pengurusan perizinannya, PT Berawa Bali Utama telah menunjuk PT. Bali Grace Efata berdasarkan Perjanjian Nomor 143/BE/KTN/lV/2023 tanggal 04/08/2023 dengan direkturnya saksi Andianto Nahak T Moruk untuk mengurus perizinan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Apartemen PT. Berawa Bali Utama yang rencananya akan dibangun di Jalan Berawa dengan nilai kontrak sebesar Rp3,6 miliar.
Setelah saksi Andianto Nahak T Moruk mendapat pekerjaan dari PT. Berawa Bali Utama sejak sekitar bulan Oktober 2023, saksi Andianto Nahak T Moruk mulai berkomunikasi dengan terdakwa selaku Bendesa Desa Adat Berawa.
Hal tersebut dilakukan oleh saksi Andianto Nahak T Moruk mengingat terdapat kewajiban perusahaan untuk mengurus izin AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) atau SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup) sebagai bentuk persetujuan lingkungan yang wajib dimiliki oleh setiap usaha dan/atau kegiatan yang memiliki dampak penting atau tidak penting terhadap lingkungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sedangkan dalam proses pengurusan perizinan tersebut, terdapat kewajiban untuk melakukan pertemuan konsultasi masyarakat dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak langsung yaitu masyarakat yang berada di dalam batas wilayah studi AMDAL yang akan terkena dampak secara langsung baik positif dan/atau negatif dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.
JPU menjelaskan dengan memanfaatkan dalih dana sumbangan (Dana Punia) terkait kegiatan rencana investasi yang dilakukan di wewidangan Desa Adat Berawa tersebut selanjutnya terdakwa selaku Bendesa Desa Adat Berawa meminta uang Rp10 miliar kepada saksi Andianto Nahak T Moruk.
Padahal, menurut Jaksa, dalih dana sumbangan (dana punia) terkait kegiatan rencana investasi yang dilakukan di wewidangan Desa Adat Berawa tersebut hanya merupakan akal-akalan terdakwa saja mengingat permintaan dana sumbangan Rp10 miliar tersebut belum pernah dibicarakan oleh terdakwa ke Prajuru (Pengurus) Desa Adat Berawa dan belum pernah dibahas dalam Paruman Desa Adat Berawa.
Karena itu, terdakwa meminta saksi Andianto Nahak T Moruk agar permintaan uang Rp10 miliar tersebut tidak dibocorkan ke pihak lain.
Terdakwa Ketut Riana pun didakwa melakukan pemerasan dan disangka Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.