Jakarta (ANTARA) - Kerusakan lingkungan hidup sudah semakin mengkhawatirkan. Beberapa waktu lalu Pantai Kuta yang merupakan salah satu andalan pariwisata Bali sempat mengalami "banjir sampah" yang tentunya mencoreng pariwisata Bali di mata dunia internasional.
Namun, kini Bali sebagai salah satu destinasi wisata populer di Indonesia mulai memperbaiki potensi wisatanya, meski hantaman pandemi COVID-19 masih belum mereda.
Baca juga: KKP tingkatkan kemampuan Poklahsar Badung olah turunan mangrove
Melalui Prakarsa Lintas Agama (IRI Indonesia) bekerja sama dengan majelis organisasi umat Hindu Indonesia, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), kembali mengingatkan umatnya khususnya umat Hindu melalui Sosialisasi Bhisama. Adapun tujuan dari sosialisasi ini supaya umat Hindu di Bali bersama dengan masyarakat Bali seluruhnya, kembali menjaga harmoni yang sudah terbangun sejak lama dalam menjaga ekosistem sesuai adat Bali yang menjaga keselarasan beragama yg diterapkan sehari-hari.
Salah satu upaya yang saat ini dilakukan adalah dengan melestarikan wilayah desa wisata yang memiliki ekosistem mangrove.
Saat ini ada tiga wilayah di Bali yang memiliki ekosistem mangrove yaitu Denpasar , Serangan dan Kedonganan. Namun baru wilayah di Denpasar yang sudah dikembangkan menjadi eco-wisata. Potensi hutan mangrove yang dikembangkan menjadi salah satu destinasi wisata sangat terbuka lebar.
"Potensi hutan mangrove di Kedonganan bisa di jadikan eco-wisata seperti Raja Empat dimana turis bisa menikmati suasana hutan mangrove yang damai, dan jamuan makan laut yang fresh dari nelayan Kedonganan,"ujar Direktur Program IRI Indonesia Hanafi Guciano dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Putri Koster: kawasan mangrove tanggung jawab bersama
Wayan Mertha selaku Ketua Desa Adat Kedonganan menyebutkan bahwa masih ada banyak potensi eco-pariwisata di wilayah Kedonganan yang belum pulih akibat terjangan pandemi COVID-19.
Wilayah pantai barat Kedonganan yang menyuguhkan restoran serta kafe dengan aneka hidangan laut mengalami keterpurukan akibat pandemi. Beberapa bahkan sudah harus gulung tikar dari awal Augustus 2020.
"Bersyukur pantai timur sebagai penghasil ikan dan potensi laut menjadi tulang punggung perekonomian desa Kedonganan," ujar Wayan Mertha.
I Gusti Komang, salah satu nelayan asli Kedonganan terpaksa berhenti melaut ketika virus corona menerjang Bali. Komang kemudian menjadi pembersih pantai selama dua bulan, yang kemudian memberikan pencerahan bagaimana desa seharusnya memiliki pengolahan sampah plastik.
"Delapan ton plastik sudah terkumpul di sepanjang pantai dari Jimbaran sampai Kedonganan, seharusnya bisa dijadikan pendapatan," kata Komang.
Menurut Komang, jika lembaga desa dapat menginisiai pengolahan plastik bekas maka berton-ton plastik sampah itu bisa menjadi mata pencaharian baru yang menambah perekonomian desa dan menyejahterakan warga.
Potensi mangrove
Tak dapat dipungkiri potensi hutan mangrove, pantai barat dan pantai timur Kedonganan bisa menjadi sumber penghasilan yang tidak sedikit jumlahnya untuk masyarakat di wilayah itu dan sekitarnya. Namun sangat disayangkan, hingga saat ini masih belum bisa dimaksimalkan oleh desa maupun masyarakat Kedonganan.
"Desa wisata di Bali saat ini mengalami pukulan ekonomi yang berat akibat COVID-19. Jika terlambat diatasi, tingkat kemiskinan masyarakat akan semakin bertambah belum lagi hilangnya potensi desa yang mengandalkan kearifan lokal, budaya dan lingkungan," ujar Hanafi Guciano.
Baca juga: Pastika: jangan hanya ahli menanam mangrove
Senada dengan Hanafi, anggota DPR-RI dari fraksi PDIP I Ketut Karyasa menambahkan, bahwa dia berharap 70 persen pelaku pariwisata di Bali bisa segera mendapatkan vaksin sehingga herd immunity tercapai dan Bali bisa pulih kembali. Hal ini mengingat pemerintah saat ini sudah mengelontorkan dana Rp72 triliun untuk vaksin.
"Pembukaan jalur pesawat International di bulan Juni nanti semoga menjadi langkah awal mengembalikan ekonomi Bali," kata I Ketut Karyasa.
Dalam sosialisasi Bhisama tersebut, Pandita Astono Chandra Dana dari PHDI Pusat menegaskan pentingnya masyarakat untuk selalu menjaga lingkungan. Menurut dia, hutan dan alam sekitar akan semakin memberikan yang terbaik untuk umat bila terus dijaga dan dilestarikan.
Sang Nyang Widi Wasa melipahkan oksigen, ikan dan tumbuhan agar dapat di gunakan sebaik mungkin. Karena ketika hutan tidak dijaga, Tuhan di tinggalkan maka hutan menjadi hantu, ujar dia.
"IRI Indonesia mendorong masyarakat di sekitar hutan mangrove menjaga lingkungan hidup dan ekosistem sekitarnya tidak hanya di Bali juga di 2 provinsi sebelumnya Riau dan Kalimantan Timur," ujar Pandita Astono Chandra Dana.
Selain itu Bhisama Umat Hindu juga mengimbau umat hindu untuk menjaga lingkungan dan ekosistem melalui Bhisama No 5 tahun 2015.
Baca juga: Ekowisata hutan mangrove Jembrana dibuka
Melalui sosialisasi Bhisama ini diharapkan tidak hanya masyarakat Kedonganan di bali saja tapi seluruh umat hindu di Indonesia bisa menjaga lingkungan dan hutan yang sudah ada saat ini.
Acara sosialiasi Bhisama yang dilaksanakan pada Kamis (29/4) itu dihadiri lebih dari 50 nelayan, pemangku desa, pemerintah daerah dan dinas terkait. Meski dihadiri oleh banyak orang, acara sosialisasi berlangsung dengan tertib dengan menjaga protokol kesehatan. Sosialisasi ini ditutup dengan penanaman 1.000 bibit manggrove bersama-sama dengan 20 relawan umat Budha dari Permabudhi Bali.
Harapan besar dimulai dari niat baik semua elemen agama di bali bersama-sama menjaga lingkungan dan ekosistem di Kedonganan sebagai salah upaya pemulihan pariwisata di Bali.
Ikhtiar membangun kembali eco-wisata mangrove di Bali
Jumat, 30 April 2021 13:15 WIB