Jakarta (ANTARA) - Di tengah upaya mengembalikan supremasi Indonesia di dunia bulu tangkis, tahun 2019 masyarakat “dikagetkan” dengan peristiwa pamit dua pilar yang selama ini menjadi penyangga marwah Merah Putih di jagat olah raga tepok bulu itu.
Kedua pilar tersebut berbentuk dan berperan berbeda tapi sama-sama menempati posisi maha vital dalam suksesi kedigjayaan bulu tangkis Indonesia.
Yang pertama adalah sosok individu bernama Lilyana Natsir yang sudah mengukir segudang prestasi sebagai pemain, dan yang kedua adalah sosok institusi bernama PB Djarum yang menjadi tempat persemaian bibit-bibit bulutangkis hebat.
Kedua pilar bulu tangkis Indonesia itu pamit dengan alasan berbeda. Sang ratu bulu tangkis merasa sudah waktunya gantung raket, sedangkan “sekolah bulu tangkis” PB Djarum memilih pamit untuk menghindari polemik berbingkai pedagogik dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Liliyana Natsir adalah bintang bulutangkis putri terbaik sepanjang sejarah untuk nomor ganda campuran. Segudang prestasi sudah dia ukir bersama dua partner berbeda, termasuk menjadi juara dunia empat kali serta meraih sekeping medali emas Olimpiade.
Baca juga: Ahsan/Hendra jalani program khusus kebugaran fisik pelatnas
Baca juga: Hendra/Ahsan "role model" ganda putra
Adapun, PB Djarum merupakan perkumpulan bulu tangkis yang banyak melahirkan pemain nasional. Sederet atlet PB Djarum telah mengukir prestasi di ajang internasional, seperti Liem Swie King, Hariyanto Arbi, Maria Kristin, Mohammad Ahsan, Tontowi Ahmad, hingga Kevin Sanjaya yang merupakan bintang bulu tangkis terbaik dunia saat ini untuk nomor ganda putra.
Bahkan, ketika Indonesia merebut Piala Thomas pada 1984 di Kuala Lumpur, Malaysia, dari delapan pemain, tujuh di antaranya berasal dari PB Djarum yaitu Liem Swie King, Hastomo Arbi, Hadiyanto, Kartono, Heryanto, Christian Hadinata, dan Hadibowo. Hanya Icuk Sugiarto yang bukan berasal dari klub yang bermarkas di Kota Kudus itu.
Pamit ketika masih jaya
Setelah 24 tahun malang melintang di dunia bulu tangkis, Liliyana Natsir resmi menyatakan pensiun sebagai atlet dari dunia olahraga yang membesarkan namanya pada acara perpisahannya di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (27/1/2019).
Tidak sedikit yang menyayangkan kepergian pebulutangkis yang akrab dipanggil Butet itu, karena sang legenda hidup pamit di saat ia masih berjaya di papan atas tangga pemain bulu-tangkis terbaik dunia. Apalagi belum ada pengganti yang sepadan dengannya.
Acara perpisahan bertajuk “Liliyana Natsir’s Farewell Event” itu berlangsung pada sekitar pukul 12.00 WIB, atau 1 jam sebelum digelarnya pertandingan final Indonesia Masters 2019. Di hari terakhirnya sebagai atlet, Butet bersama Tontowi Ahmad masih tampil sebagai finalis.
Upacara perpisahan yang digelar sebelum partai final Indonesia Masters itu berlangsung megah, penuh haru bercampur kebanggaan, menunjukkan betapa besar nama Butet di dunia bulu tangkis, betapa berharganya Butet yang telah mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional.
"Hari ini adalah hari yang sangat berat buat saya, 24 tahun saya berkarir dalam bulu tangkis, dan 17 tahun saya menjadi pemain profesional di pelatnas PBSI Cipayung….Hari ini, Minggu 27 Januari 2019, saya menyatakan untuk pensiun sebagai atlet profesional bulu tangkis. Saya tidak pernah menyesal menjadi atlet bulu tangkis. Dunia ini yang membesarkan nama saya, dunia ini yang membuat saya bisa memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara," kata sang legenda ganda campuran bulu tangkis Indonesia.
Matanya berkaca-kaca, hidungnya memerah, suaranya bergetar. Ia tampak tidak setegar dan segarang di lapangan saat bertanding. Tampak sungguh berat ia mengucapkan kata-kata perpisahan itu.
Tampak jelas bahwa tidak mudah baginya meninggalkan keseharin bergelut dengan raket, berlatih, mengalami suka dan duka dalam bertanding yang sudah 24 tahun dijalaninya. Namun yang lebih berat lagi dunia bulu tangkis Indonesia yang pada awal 2019 harus kehilangan pemain terhebat ketika penggantinya belum ada.
Jarum Pamit
Setelah didera polemik relatif panjang dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tepat dua hari sebelum peringantan Hari Olahraga Nasional (Haornas) yang jatuh pada Senin (9/9/2019), PB Djarum memutuskan untuk menghentikan audisi umum beasiswa bulu tangkis yang diadakan oleh klub yang telah banyak mencetak pebulutangkis kelas dunia tersebut.
Audisi umum beasiswa bulu tangkis yang diselenggarakan PB Djarum melalui Djarum Foundation adalah kegiatan tahunan untuk mencari bibit-bibit muda pemain bulu tangkis dari seluruh Indonesia yang akan diseleksi untuk meraih Djarum Beasiswa Bulutangkis.
Tahun 2019 diselenggarakan dengan dua kategori yaitu U-11 (untuk peserta dengan umur 8-10 tahun/kelahiran tahun 2009-2011) dan U-13 (untuk peserta dengan umur 11-12 tahun/kelahiran tahun 2007 dan 2008). Audisi diadakan di 5 kota, yaitu Bandung (28-30 Juli 2019), Purwokerto (8-10 September 2019), Surabaya (20-22 Oktober 2019), Solo Raya (27-29 Oktober 2019), Kudus (17-19 November 2019.
Djarum Foundation memutuskan audisi 2019 adalah yang terakhir dan mulai 2020 program seleksi beasiswa bulutangkis itu dihentikan sebagai respon atas tudingan eksploitasi anak dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
KPAI berpendapat, pihak Djarum memanfaatkan tubuh anak untuk promosi brand image Djarum yang merupakan produk rokok.
Tudingan eksploitasi anak terhadap Djarum awalnya dilontarkan Yayasan Lentera Anak dan Smoke Free Bandung pada 25 Juli 2019 yang meminta panitia Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis di Bandung tak menggunakan anak-anak sebagai media promosi produk tembakau.
Pihak PB Djarum melalui Senior Manajer Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Budi Darmawan, saat itu menampik audisi beasiswa bulu tangkis tersebut terkait dengan pemasaran rokok, karena harus dibedakan antara Djarum sebagai brand rokok dan PB Djarum sebagai klub bulu tangkis.
“Datang saja ke warung atau minimarket, cari rokok namanya Djarum Badminton Club. Pasti tidak ada, karena ini adalah klub yang didirikan owner Djarum,” kata Budi.
Yayasan Lentera Anak dan Smoke Free lalu melaporkan ke KPAI. Polemik pun bergulir, hingga muncul pernyataan pamit.
“Demi kebaikan bersama, kami hentikan dulu. Biar reda dulu dan masing-masing pihak dapat berpikir dengan baik,” kata Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin, dalam konferensi pers jelang audisi beasiswa bulu tangkis tahap kedua di Purwokerto di Hotel Aston Purwokerto, Sabtu (7/9/2019).
Berita yang kemudian memicu lahirnya hastag #djarumpamit itu sontak mengguncang dunia bulu tangkis Indonesia. Warganet merespon dengan membikin tagar yang saling bertolak belakang. Pihak yang setuju dengan KPAI membuat #KamiBersamaKPAI dan pihak yang mendukung PB Djarum membuat #bubarkanKPAI .
Pemerintah pun tidak tinggal diam. Melalui Kementerian Pemudan dan Olahraga (Kemenpora) kemudian diadakan mediasi pada 12/9/2019 untuk menyudahi polemik PB Djarum dengan KPAI. Kesepakatan pun ditandatangani oleh Ketua KPAI Susanto, Sekjen PBSI Achmad Budiharto, Pengurus PB Djarum, Lius Pongoh, dan Menpora Imam Nahrawi.
Dari hasil mediasi itu, PB Djarum akan tetap melanjutkan audisi bulu tangkis di beberapa seri tahun 2019 tanpa menggunakan logo, merek, dan brand image Djarum. PB Djarum juga akan mengganti nama audisi mereka.
Semula namanya adalah Audisi Umum Beasiswa PB Djarum 2019, diubah menjadi Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis. Dalam nama baru tersebut tidak menggunakan logo, merk, dan brand image Djarum, yang identik dengan rokok.
Terlepas dari polemik yang terjadi, kepedulian PB Djarum terhadap masa depan dunia bulu tangkis Indonesia tak pernah surut. Ucapan pamit yang disampaikan pun hanya langkah bijak untuk menghentikan kegaduhan, bukan niat berpangku tangan membiarkan bibit-bibit bulu tangkis Indonesia merana.
"2020 kami tetap akan menjalankan audisi, tapi untuk bentuk dan formatnya belum diputuskan. Yang jelas sistem audisi akan jauh lebih baik," kata Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Risimin.
Drama pamit dua pilar bulu tangkis
Minggu, 29 Desember 2019 22:06 WIB