Denpasar (ANTARA) - Saat ini, perhatian masyarakat sedang tertuju terhadap seorang siswi SMP usia 14 tahun (Au) asal Kalimantan Barat yang menjadi korban pengeroyokan sejumlah siswi SMA. Berbagai macam kecaman, kutukan, komentar dan keinginan dari masyarakat untuk menghukum pelaku seberat-beratnya pun terlontar dari komentar-komentar di media sosial.
Banyak pertanyaan yang muncul, mengapa seorang anak bisa melakukan hal yang sedemikan kejinya kepada orang lain? Mengapa tega melakukan pengeroyokan terhadap satu orang yang sudah tidak berdaya? Bagaimanakah pola pengasuhan yang dilakukan orang tua anak anak tersebut sehingga anak memiliki emosional yang buruk.
Pengeroyokan dan perundungan sebenarnya tidak dapat dikatakan hal yang sama, mungkin dalam hal ini memang diawali dengan saling ejek di media sosial. Tetapi melanjutkannya dalam bentuk pengeroyokan yang begitu sadis sudah dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan.
Mengapa demikian? Karena dalam hal ini sekelompok orang sudah dalam tahap merencanakan, menjemput dan melakukan kekerasan berulang, bahkan ketika sudah mengetahui korbannya seorang diri dan tidak berdaya, namun tetap tidak memiliki rasa belas kasihan. Maka, dapat dikatakan anak-anak tersebut mengalami masalah dalam pengelolaan emosi.
Penanaman nilai-nilai karakter sejak dini, pola pengasuhan yang tepat sangat berdampak kepada bagaimana keterampilan seorang anak dalam mengelola emosinya kelak. Pola asuh orang tua terhadap anak yang kurang sesuai, kurang kedekatan secara fisik, dan emosional anak terhadap orang tua juga menjadi celah bagi anak untuk meniru perilaku-perilaku negatif yang didapat dari luar.
Apakah dengan menghujat pelaku akan memberikan efek jera ataukah justru memperkuat perilaku negatif anak kelak? Sanksi sosial seringkali dianggap efektif untuk membuat jera, namun tidak menutup kemungkinan justru akan memperkuat perilaku negatif-nya karena mendapat penolakan dimana-mana akan memunculkan perilaku negatif lainnya.
Penguatan positif dan mendukung pelaku untuk mengubah perilaku negatifnya merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan. Jika seorang anak melakukan kejahatan kepada teman lainnya, maka langkah pertama adalah mereka sebaiknya dilatih untuk berbuat baik dan menyesali kesalahannya tersebut terhadap teman/ korban.
Hal ini juga berdampak positif terhadap, korban karena perlahan-lahan hubungan keduanya akan membaik secara sadar maupun bawah sadar. Namun, jika yang dilakukan merupakan hal yang sudah mengarah kepada tindak kejahatan berat, maka proses hukum yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku memang ada baiknya diterapkan.
Perundungan merupakan sebuah penggunaan agresi dengan tujuan memang untuk melukai atau sengaja menyakiti orang atau kelompok yang tidak mereka sukai, baik menyakiti secara mental maupun fisik.
Baca juga: Akademisi: kasus Audrey bukti pentingnya pendidikan karakter
Baca juga: Kareena Kapoor dukung Audrey
Orang tua, guru, masyarakat dan tenaga professional di bidang kesehatan mental wajib memberikan perhatian dan pembinaan bagi anak dan remaja dengan indikasi masalah emosional serta mendampingi korban perundungan secara intensif agar dapat segera pulih dan tidak memiliki trauma atas apa yang dialami.
*) Penulis adalah Psikolog Klinis & Hipnoterapis di RSUD Wangaya Kota Denpasar dan RS Balimed Denpasar (081999481222)
Mengapa anak bisa jadi pelaku Perundungan/Bullying?!
Jumat, 12 April 2019 14:10 WIB