Denpasar (ANTARA) -
Psikiater dr I Made Wedastra SpKJ menganjurkan orang tua untuk memperkuat pengembangan bakat anak untuk menekan potensi menjadi korban perundungan (bullying).“Mereka (korban) berusaha menunjukkan bully itu sebagai pecut yang mampu membuat mereka berprestasi,” kata Wedastra di Denpasar, Bali, Senin.
Menurut psikiater Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali itu, pengembangan bakat bertujuan untuk mendukung kepercayaan diri sang anak.
Dengan begitu, sang anak diharapkan memiliki mekanisme koping yang bagus dan melalui pencapaian atau prestasi dapat menekan perundungan.
Selain mendukung bakat positif sang anak, kata dia, mendengarkan cerita dari korban perundungan juga menjadi cara jitu untuk mengurangi tekanan psikis.
Namun, ia menambahkan bercerita tidak dilakukan kepada semua orang tapi harus dilakukan kepada orang yang dipercaya atau dengan para ahli/profesional.
“Mencurahkan hati dampaknya sangat besar untuk mengurangi stres termasuk akibat perundungan,” imbuhnya.
Harapannya agar beban psikis mereka bisa berkurang dengan tidak menyimpan beban tersebut dalam pikiran terlalu lama.
Akibat dari menyimpan masalah itu, ujar dia, mendorong perubahan keseimbangan zat neurotransmitter di otak yang menyebabkan ketidakseimbangan yang berdampak menjadi gangguan mental seperti kecemasan, depresi, atau gejala psikotik misalnya halusinasi.
Ia juga menganjurkan agar menumpahkan beban pikiran tidak dilakukan di media sosial karena berpotensi memperburuk keadaan, bahkan menjadi bumerang diri sendiri.
“Maksud hati untuk curhat dan menyampaikan masalah yang dialami, tapi apa daya yang terjadi justru mendapat perundungan siber dan akan berdampak pada perkembangan kesehatan mental. Jadi bijaklah dalam bersosial media,” ucapnya.
Perundungan merupakan salah satu bentuk kekerasan psikis yang saat ini kerap ditemukan termasuk menimpa anak-anak.
Berdasarkan data sistem aplikasi pencatatan dan pelaporan kekerasan perempuan dan anak yaitu Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada 2024 total ada 31.947 kasus kekerasan di Indonesia.
Dari jumlah itu, sebanyak 62,6 persen di antaranya atau hampir 20 ribu kasus dialami anak.
Sebanyak 19.369 kasus terjadi di lingkungan rumah tangga, 2.017 kasus terjadi di sekolah dan sisanya terjadi di tempat lain.
Ada pun tiga besar bentuk kekerasan yang paling banyak dialami yaitu seksual, fisik dan psikis salah satunya perundungan.
