Denpasar (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar menggelar kampanye anti kekerasan terhadap perempuan bersama jurnalis dan seniman Bali di tengah guyuran hujan.
Ketua AJI Denpasar Ayu Sulistyowati di Denpasar, Minggu, mengatakan derasnya hujan tidak membuat semangat mereka luntur dalam memperingati Hari Gerakan Perempuan yang jatuh pada tanggal 22 Desember dan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) 25 November-10 Desember.
“Kampanye ini menjadi salah satu bentuk edukasi mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan, memberi ruang aman terhadap perempuan, dan melawan ketidakadilan di tengah masyarakat,” kata dia.
AJI Denpasar memandang saat ini ruang aman bagi perempuan masih kurang, kondisi fisik, psikis dan verbal masih sering dialami perempuan baik di rumah, jalan raya, maupun tempat kerja.
Untuk itu mereka hadir menyuarakan kondisi hari ini melalui pembacaan puisi, orasi mengenai kegelisahan terhadap perempuan, dan perwujudan melalui spanduk dan sejumlah poster.
Beberapa diantaranya membicarakan tentang korban dan rasa trauma menghadapi pelecehan seksual di keluarga dan tempat kerja, sanksi sosial terhadap pelaku kekerasan seksual, hingga edukasi mengenai kesehatan reproduksi seksual.
Di tengah Peringatan Hari Ibu ini, para jurnalis ingin menegaskan bahwa hari ini lebih kepada Hari Gerakan Perempuan, dimana gerakan ini hadir untuk mendorong tumbuhnya keadilan gender baik dalam bidang ekonomi, politik dan sosial.
"Selama ini Hari Ibu mengalami pergeseran makna, perayaan Hari Ibu maknanya dipersempit sekadar hanya urusan rumah tangga maupun domestik, padahal marwah gerakan ini untuk memperbaiki nasib perempuan,” ujarnya.
Di bawah guyuran hujan sejak pagi di depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali atau Lapangan Renon, mereka menutup aksi dengan pembacaan sikap.
Pertama, AJI Denpasar mengajak berbagai lembaga dan sektor menguatkan solidaritas melawan segala bentuk kekerasan berbasis gender di Bali, kedua mendorong pemerintah maupun lembaga adat berkomitmen menegakkan keadilan terhadap tindakan kekerasan perempuan, tiga mendukumg perempuan berani melapor bila mendapat tindakan kekerasan.
Yang keempat mereka mendorong pemerintah memberikan perlindungan dan pemulihan korban tindakan kekerasan, kelima tidak menormalisasi seksisme dalam aktivitas kehidupan sehari-sehari yang merupakan akar masalah kekerasan atau sikap diskriminasi perempuan.
“Enam perempuan berhak setara dengan laki-laki dalam bidang, ekonomi, sosial, politik, dan moral, dan tujuh, media menciptakan ruang aman dalam menerbitkan berita ramah gender dan inklusif,” ujarnya.