Denpasar (ANTARA) -
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) cabang Kota Denpasar menyatakan ada 17 pasal yang dinilai mengancam kebebasan pers dan kerja jurnalistik dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (6/12/2022).
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Denpasar Eviera Paramitha Sandi saat ditemui usai melaksanakan aksi tunggal diam di depan Monumen Bajra Sandi, Kota Denpasar, Bali, Senin mengatakan sebagai jurnalis, pihaknya menolak pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP karena pasal-pasal tersebut secara gamblang membungkam kebebasan pers sebagai sarana kritik bagi kinerja pemerintah dan DPR.
"Pasal-pasal ini akan berpengaruh terhadap kerja-kerja jurnalis diantaranya tentang tindak pidana penyiaran dan penyebarluasan pemberitaan yang bisa mengganggu kerja-kerja jurnalis yang selama ini yang digunakan. Yang kami tekankan adalah kritik itu akan dipakai untuk membungkam kami sebagai jurnalis," kata dia.
Dia menyebutkan setidaknya ada 17 pasal yang dinilai secara langsung mengganggu kerja-kerja jurnalis diantaranya Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah atau lembaga negara, Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
Baca juga: "Trusted Media Summit" di Bali rekomendasikan pentingnya regulasi dan otoritas media
Selain itu, ada Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap, Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan, Pasal 302 (berubah jadi Pasal 300), Pasal 303 (berubah jadi Pasal 301) dan Pasal 304 (berubah jadi (Pasal 302) yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
"Pasal 351 (berubah jadi 347) dan Pasal 352 (berubah jadi Pasal 348) yang mengatur tentang penghinaan terhadap kekuasaan Umum dan Lembaga Negara telah dihapus, namun masih ada Pasal 240 yang mengatur penghinaan terhadap pemerintah," kata Elviera.
Berikutnya, Pasal 440 (berubah jadi Pasal 436) yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan, Pasal 437 (berubah jadi Pasal 433) mengatur tindak pidana pencemaran, Pasal 443 (berubah jadi Pasal 439) mengatur tindak pidana pencemaran orang mati, Pasal 598 (berubah jadi Pasal 594) dan Pasal 599 (berubah jadi Pasal 595) mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Eviera menjelaskan berkaca dari kenyataan bahwa, pasal-pasal tersebut berpotensi mengganggu kinerja pers secara langsung, sejatinya pemerintah di bawah kekuasaan Jokowi-Ma'ruf dan DPR-RI juga dianggap tidak aspiratif terhadap tuntutan publik.
Dia menyatakan apabila Jokowi-Ma'ruf dan DPR-RI di bawah Puan Maharani mengesahkan Undang-Undang ini sejatinya mereka mewarisi Undang-Undang yang diwariskan oleh pemerintah kolonial terdahulu, termasuk partai-partai di DPR RI menjadikan pers sebagai musuh.
"17 pasal tersebut menjadi preseden buruk bagi kinerja jurnalis dimana sebagai jurnalis, kami selalu mengedepankan kritik untuk kepentingan publik dan kritik-kritik itu bisa berpotensi terganggu akibat adanya 17 pasal ini," kata dia.
Baca juga: 20 jurnalis ikuti pelatihan AJI Denpasar tentang isu kesetaraan gender
Atas hal tersebut, AJI Kota Denpasar menyatakan tiga sikap dan tuntutan yakni menolak RKUHP yang dibuat pemerintah dan sedang dibahas DPR RI, menuntut pemerintah Jokowi-Ma’ruf menolak atau menarik kembali RKUHP dan menuntut DPR RI menghentikan pembahasan dan pengesahan RKUHP.
Sebagai bentuk penolakan terhadap RKUHP tersebut, AJI Denpasar menggelar aksi tunggal dimana salah seorang anggota AJI memakai pakaian serba putih dengan membawa poster bertuliskan " Tolak Pasal Bermasalah RKUHP" dengan mulut diberi lakban sebagai simbol pembungkaman.
Dalam pantauan di lapangan, aksi tersebut dimulai pada pukul 10.30 WITA dan dijaga ketat oleh Kepolisian Resor Kota Denpasar dan Satpol-PP kota Denpasar untuk mengantisipasi kemacetan di area tempat aksi.
"Kalau sepuluh itu mungkin sedikit, namun satu dengan cara seperti ini, kami menunjukkan aspirasi kami kepada publik bahwa kami tidak mau dibungkam seperti itu," kata Eviera
Dia mengungkapkan aksi penolakan terhadap RKUHP juga dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia dimana Aji menyatakan sikap terhadap RKUHP yang rencananya akan dibahas oleh DPR RI.