Negara (Antara Bali) - Mantan Bupati Jembrana I Gede Winasa, yang saat ini menjalani hukuman di Rumah Tahanan (Rutan) Negara, jarang dijenguk oleh keluarganya.
Hal tersebut disampaikan Kepala Rutan Kelas IIB Negara Anak Agung Ngurah Putra, yang dikonfirmasi wartawan terkait vonis 7 tahun penjara dari Mahkamah Agung untuk kasus koruspi pemberian beasiswa mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Jembrana dan Sekolah Tinggi Ilmu Teknologi (Stitna) Jembrana, Kamis.
"Memang kalau merujuk dari aturan, bagi narapidana yang vonis hukumannya lebih dari enam tahun bisa dipindah ke Lembaga Permasyarakatan. Tapi pemindahan tersebut juga harus mempertimbangkan sisi kemanusiaan. Khusus untuk Winasa, yang bersangkutan jarang dijenguk keluarganya dan sering sakit," katanya.
Menurutnya, saat ini, selain menjalani vonis dari Mahkamah Agung, Winasa juga menjalani masa hukuman kasus korupsi anggaran perjalanan dinas, yang divonis majelis hakim Tindak Pidana Korupsi Bali dengan empat tahun penjara.
Kepala Kejaksaan Negeri Negara Anton Delianto mengatakan, pihaknya belum melakukan eksekusi kasus korupsi beasiswa Stikes dan Stitna, karena belum menerima surat keputusan dari Mahkamah Agung.
"Dari petikan putusan yang kami terima, hakim agung menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara. Kami menunggu surat keputusannya, yang mudah-mudahan cepat sampai kesini," katanya.
Terkait pemindahan Winasa dari Rutan ke Lembaga Permasyarakatan, ia mengatakan, itu wewenang dari pihak Lapas.
Yang jelas, katanya, saat ini Winasa juga sedang menunggu banding vonis empat tahun penjara dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bali, untuk kasus anggaran perjalanan dinas.
Setelah majelis hakim Tindak Pidana Korupsi Bali menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan untuk kasus beasiswa Stikes dan Stitna, Winasa melakukan upaya kasasi yang putusannya justru lebih berat menjadi tujuh tahun penjara.
Sebelum kasus beasiswa dan anggaran perjalanan dinas, mantan Bupati Jembrana dua periode ini, juga divonis bersalah oleh hakim untuk korupsi pabrik kompos dengan hukuman 2,5 tahun penjara.(GBI)