Badung (Antara Bali) - Ketua Gerakan Nasional Pembudayaan Pancasila (GNPP) Provinsi Bali Dr I Made Gede Putra Wijaya SH MSi meminta mata pelajaran Pancasila diajarkan kembali dari tingkat sekolah dasar hingga jenjang perguruan tinggi.
"Itu penting, karena sekolah memegang peranan penting dalam membangkitkan rasa kebangsaan dan bernegara dengan memahami dan mengamalkan empat pilar kebangsaan," katanya dalam diskusi kecil menyambut Harkitnas di Monumen Perjuangan Bangsal (MPB) di Pertigaan Gaji, Dalung Kabupaten Badung, Kamis.
Pada kesempatan tersebut hadir pula Ketua Umum Dewan Harian Daerah (DHD) Angkatan-1945 Provinsi Bali Prof Dr I Wayan Windia, dan Ketua Umum Monumen Bangsal, Dr Bagus Ngurah Putu Arthana Sp A (K).
Selain itu, Ketua Korps Menwa Ugrasena Bali, Bagus Ngurah Rai, SH, MM, Komandan Menwa Bali AA Ngurah Parwata Panji, dan Ketua Management Monumen Menwa Ugracena, Sjafruddin Mayang B.Sc.
Dalam acara yang juga diikuti Ketua Badan Pertimbangan Organisasi (BPO), dan KMU Bali Sukawan Adika, ia menjelaskan keteladanan para pemimpim politik dan negara juga penting untuk menjadikan Pancasila sebagai visi pembangunan.
"Pembangunan yang menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat harus menekankan sesuai pengamalan Pancasila sehingga mampu mewujudkan pemerataan tingkat kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan," katanya.
Senada dengan itu, Ketua Umum Dewan Harian Daerah (DHD) Angkatan-1945 Provinsi Bali Prof Dr I Wayan Windia menegaskan bahwa empat pilar kebangsaan menjadi warisan penting dalam menyambut Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), 20 Mei.
"Empat warisan para pendiri bangsa itu perlu menjadi landasan berbangsa dan bernegara yang perlu diingat kembali oleh para generasi muda, yakni Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945 dan NKRI," katanya.
Para pemimpin dan pendiri bangsa Indonesia telah menjadikan filosofis Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia, lalu UUD 1945 dan NKRI tidak bisa diganggu hingga menjadi harga mati," katanya.
Selain aspek filosofis, pihaknya menilai dari segi sosial kemasyarakatan juga menunjukkan kelompok-kelompok kekuatan yang satu sama lain justru dapat berintegrasi.
"Sifat kemajemukan itu secara horizontal dapat dilihat masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai etnik dan suku bangsa," katanya.
Sementara itu, Ketua Korps Menwa Ugrasena Bali, Bagus Ngurah Rai menambahkan, kelima butir Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia seharusnya mampu dipahami secara dinamis.
"Hal itu penting ditekankan, mengingat dalam praktik kehidupan sehari-hari, Pancasila sering kali tidak seimbang, sehingga perlu adanya kontrol satu sama lain, termasuk di tingkat pimpinan oleh masyarakat maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM)," katanya. (WDY)