Jakarta (Antara Bali) - Presiden Republik Indonesia ke-3 BJ Habibie
mengatakan stabilitas pada pluralisme ada pada pemerataan yang
didalamnya ada kesejahteraan yang bersumber dari pendidikan dan
pembudayaan.
"Kita ketahui bahwa sinergi konstitusi akan terjadi jika kita bisa
memelihara stabilitas pada pluralisme kita. Kita tidak bisa bicara
secara makro saja, kita harus tahu kalau kita bicara stabilitas artinya
harus ada pemerataan," kata Habibie usai melakukan audiensi dengan
Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE) di Jakarta, Sabtu.
Mantan Menteri Riset dan Teknologi di era Pemerintahan Presiden
Soeharto ini mengatakan maksud dari pemerataan di sini bahwa setiap
manusia bisa menikmati membangun keluarga yang sejahtera. Dan itu tidak
hanya tergantung pada pendidikan tapi pembudayaan juga.
"Pembudayaan yang mana? Harus kita ketahui budaya itu lebih tua
dari agama, budaya yang tertua di bumi ini berusia 5.000 tahun, bahkan
ilmu pengetahuan ada sejak manusia bisa berpikir pada zaman Homo Sapiens
berapa ratus ribu tahun," ujar Habibie.
Ia mengatakan sudah banyak agama seperti Greek (Yunani kuno) atau
Farao yang masuk jalan buntu lalu bubar. Tapi sekarang hanya ada
beberapa agama tersisa di Indonesia yang akarnya datang dari Nabi Adam.
"Oleh karena itu kita bersyukur sejak awal Bangsa Indonesia menjadi
sangat peka pada agama dan tidak mau memonopoli memiliki agama manapun.
Yang penting kita percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, menjadi masyarakat
yang theis," ujar Habibie.
Bukan berarti masyarakat atheis tidak bisa hidup di Indonesia.
"Tapi jangan harap Anda bisa memimpin bangsa Indonesia dan selama hidup
di Indonesia jangan neko-neko. Harus ikut dengan peraturan dan
undang-undang," lanjutnya.
Selain itu terkait pendidikan, Habibie mengatakan sejak Proklamasi
sudah disadari bapak bangsa bahwa sumber daya manusia (SDM) yang akan
selalu mengambil peran utama untuk membangun Indonesia. SDM yang mampu
dan sudah mengalami proses pembudayaan sejak memasuki bangku sekolah.
"Dan proses pendidikan sejak dia lahir terutama sejak sekolah di
situ kita konsentrasi bahwa pertama keluarganya harus diberi pemahaman
tentang Tuhan Yang Maha Esa hingga tentang budaya. Bahwa budaya dari
Sabang sampai Merauke itu berbeda-beda tapi bukan berarti kita harus
berlawanan," ujar Habibie.
Karenanya, SDM di bumi Indonesia harus menjadi andalan masa depan.
SDM, ia mengatakan harus memiliki rasa cinta, pada Tuhan Yang Maha Esa,
pada sesama manusia, pada karya sesamanya, pada lingkungannya dan pada
pekerjaannya.
"Itu adalah manusia Indonesia, yang menjadi cita-cita saya dan
nenek moyang kita semua. Nah sekarang kita yang harus berjuang
bahu-membahu agar itu bisa terjadi," ujar dia. (WDY)
Habibie: Stabilitas Pluralisme Ada pada Pemerataan
Minggu, 5 Maret 2017 9:33 WIB