Jakarta (Antara Bali) - Bank Indonesia mengkhawatirkan kemungkinan
naiknya inflasi pada 2017 akibat anomali iklim yang berdampak pada
bergejolaknya harga pangan, sementara kenaikan tarif listrik yang sudah
direncanakan pemerintah untuk pelanggan 900VA (volt ampere) juga bakal
memicu kenaikan harga bahan kebutuhan pokok.
"Hingga akhir 2016 tingkat inflasi diperkirakan masih terkendali,
namun pada 2017 diperkirakan naik, mengingat hingga kini hampir sebagian
besar daerah di Indonesia lebih awal dilanda hujan yang akan
berpengaruh terhadap menurunnya produksi pangan," kata Asisten Direktur
Departemen Ekonomi Moneter BI Handri Adiwilaga di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan hal itu ketika menjadi pembicara dalam Temu Wartawan
Daerah yang digelar BI di Jakarta dengan topik materi "Inflasi di
Indonesia dan Tantangannya".
Selama ini, katanya, tekanan inflasi di Indonesia lebih banyak
dipengaruhi oleh gangguan pasokan dan distribusi pangan, termasuk
kebijakan strategis dari pemerintah (administered prices), sehingga
peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus dioptimalkan untuk
menekan laju inflasi.
"TPID memiliki peran penting dalam pengendalian inflasi karena tiap
daerah memiliki 24 urusan wajib yang sangat mempengaruhi inflasi, antara
lain kebijakan sektor pendidikan, kesehatan, perumahan rakyat, tenaga
kerja, perhubungan, pangan, dan penanaman modal," katanya.
Menurutnya, inflasi yang terjadi antara daerah satu dengan daerah lainnya menunjukkan perbedaan.
Hal ini terjadi karena tingkat kelengkapan dan kualitas
infrastruktur logistik tiap daerah yang berbeda, kemudian tingkat
kemampuan produksi pangan lokal, kebijakan pemerintah daerah dan
struktur pasar daerah yang berbeda sesuai karakteristk dan kondisi
wilayah setempat.
"Inflasi yang terjadi antara daerah satu dengan daerah lainnya
menunjukkan perbedaan, karena tingkat kelengkapan dan kualitas
infrastruktur logistik tiap daerah yang berbeda, kemudian tingkat
kemampuan produksi pangan lokal, kebijakan pemerintah daerah, dan
struktur pasar daerah," katanya.
Sekilipun inflasi tahun depan diperkirakan akan naik, namun secara
spesifik, lanjutnya, hingga Agustus 2016 inflasi masih terkendali
terutama dipengaruhi oleh rendahnya inflasi dari dua pulau, yakni Jawa
dan Sumatera.
Di Nusa Tenggara Timur bahkan mengalami deflasi pada September 2016
sebesar 0,17 persen setelah sebelumnya pada Agustus 2016 juga mengalami
deflasi sebesar 0,80 persen.
"Meskipun deflasi September ini tergolong kecil, namun sudah dua
bulan berturut-turut daerah berpenduduk 5,3 juta jiwa ini mengalami
deflasi," katanya.
Ia mengatakan deflasi di NTT disebabkan penurunan indeks harga pada
dua dari tujuh kelompok pengeluaran yakni bahan makanan, transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan.
"Deflasi ini terjadi disebabkan oleh turunnya indeks harga pada dua dari tujuh kelompok pengeluaran," katanya.
Kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks harga terjadi
pada kelompok bahan makanan yang turun sebesar 1,30 persen dan kelompok
transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang turun sebesar 0,98 persen.
"Kelompok pengeluaran yang mengalami kenaikan indeks harga tertinggi
terjadi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga yang naik
0,74 persen dan diikuti oleh kelompok sandang yang naik 0,69 persen.
Sedangkan di sejumlah provinsi lain terjadi inflasi yang cukup tinggi seperti di Kalbar, Kalsel, dan Papua. (WDY)
BI Khawatirkan Inflasi 2017 Naik
Selasa, 11 Oktober 2016 8:16 WIB