Jakarta (Antara Bali) - Bahan bakar minyak jenis premium dengan kadar oktan RON 88 diprediksi kian ditinggalkan konsumen karena meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kualitas BBM serta didukung selisih harga jual premium dengan BBM lainnya yang kecil.
"Secara bertahap saya kira premium akan habis. Biarkan saja secara alamiah premium ditinggalkan sesuai dengan pilihan masyarakat," kata Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Gus Irawan Pasaribu di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan premium sudah tidak lagi disubsidi sehingga selisih harganya dengan pertalite menjadi kecil. Hal ini menjadi pilihan bijak dari masyarakat dengan beralih dari premium ke pertalite. Dengan sedikit tambahan biaya, kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang diperoleh jauh lebih baik, kata anggota DPR dari Partai Gerindra tersebut.
Konsumsi premium cenderung turun sepanjang Januari-September 2016. Pada semester I 2016, konsumsi premium sebesar 70.000 kiloliter (KL) per hari, menjadi hanya 55.000 KL per hari pada Agustus. Angka itu kemudian turun lagi menjadi 50.000 KL per hari selama tanggal 1-20 September 2016.
Saat ini harga jual pertalite di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sebesar Rp6.900 per liter dan pertamax dibanderol Rp7.350 per liter. Sementara untuk premium dibanderol Rp6.450 per liter. Artinya, perbedaan harga premium dengan pertalite dan pertamax berkisar Rp450-Rp900 per liter.
Dengan selisih harga yang tidak terlalu lebar, kualitas yang diperoleh konsumen dari pertalite dan pertamax jauh lebih bagus. Kualitas pertalite dan pertamax yang ditunjukkan dari kadar oktan jauh di atas premium. Jika premium hanya memiliki RON88, pertalite dan pertamax memiliki kadar oktan sebesar 90 dan 92.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahean mengatakan selain faktor disparitas harga yang tidak terlalu jauh dengan premium, pertumbuhan konsumsi pertalite dan pertamax series juga didorong kesadaran masyarakat akan manfaat menggunakan bahan bakar berkualitas.
"Jadi memang dua faktor ini sangat menjadi penentu naiknya konsumsi BBM lainnya, seperti pertalite dan pertamax," kata dia.
Namun, Ferdinand menambahkan premium tidak boleh dihilangkan saat ini dan biarkan rakyat menentukan pilihan terhadap BBM yang akan dikonsumsi. Apalagi, kebijakan penghapusan premium harus berdasarkan keputusan pemerintah dan persetujuan DPR.
"Tapi waktu akan menjawab nanti bahwa premium akan hilang sendiri seiring tumbuhnya kesadaran konsumen, tentu yang didukung oleh pertumbuhan ekonomi," kata dia.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengakui permintaan premium terus turun. Stok premium saat ini berada di atas 22 hari dari biasanya sekitar 18 hari. Pertamina akan terus mencoba adaptif terhadap tren konsumsi masyarakat.
"Pelemahan harga minyak mentah yang memicu rendahanya harga BBM nonsubsidi menjadikan konsumen mengubah pilihannya dari semula pada premium menjadi pertalite dan pertamax series," katanya.
Tren penjualan BBM nonsubsidi Pertamina kini mencapai 45 persen dari total konsumsi BBM yang saat ini mencapai 91 ribu KL per hari menyusul terjadinya penurunan permintaan premium oleh masyarakat. Sedangkan penjualan BBM nonsubsidi Pertamina, yaitu pertamax series dan pertalite, semakin hari kian meningkat.
Berdasarkan statistik tren penjualan BBM oleh Pertamina, pertalite mengalami lonjakan paling tinggi. Konsumsi dari tanggal 1-20 September 2016 tercatat mencapai 25 ribu kiloliter per hari. Padahal pada periode Januari-Juni 2016, penjualan pertalite rata-rata masih sekitar 6.500 KL per hari. (WDY)
Premium Diprediksi Secara Alami Ditinggalkan Konsumen
Kamis, 29 September 2016 12:13 WIB