Jakarta (Antara Bali) - Kepolisian Republik Indonesia berhasil membongkar praktik eksploitasi anak di sebuah spa di Bali, kata Kepala Subdirektorat III Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana.
Umar melanjutkan, ada 12 orang anak perempuan berusia 13 sampai 15 tahun yang dipekerjakan sebagai terapis di spa tersebut.
"Kami sekarang sedang mendalami siapa saja pelakunya. Seperti terkait spa, siapa yang bertanggung jawab atas pendirian perusahaan," ujar Umar di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.
Dia mengungkapkan, awalnya informasi yang diterima oleh pihak kepolisian adalah adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di salah satu spa di pulau Dewata.
Namun, ketika tim dari Mabes Polri dan Polda Bali melakukan penindakan terhadap spa yang dimaksud, ternyata pemilik bisa melengkapi semua dokumen termasuk perizinan dan kontrak pekerja. Polisi yang masih curiga kemudian melakukan pendalaman di TKP dan menemukan dua orang anak perempuan berumur 14 tahun bekerja di tempat tersebut.
"Dari sana kita bongkar dan ternyata di tempat itu ada 12 orang pekerja perempuan berstatus anak-anak," tutur Umar.
Adapun anak-anak itu tidak ada yang berasal dari Bali, melainkan dari beberapa provinsi lain seperti Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan.
Polisi sendiri akan menjerat pelaku sesuai dengan sangkaan primer Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman penjara minimal lima tahun dan subsider undang-undang TPPO dengan ancaman hukuman minimal tiga tahun penjara.
"Kami tidak mau tersangka hanya kena minimal tiga tahun penjara," kata Umar.
Ditipu
Sebanyak 12 orang anak korban eksploitasi di spa, menurut penyelidikan kepolisian, awalnya ditipu oleh perekrut dengan diiming-imingi gaji hingga Rp20 juta perbulan ditambah "fee" sebesar Rp100.000 untuk sekali melakukan terapi dan kebebasan pulang kampung kapan saja mereka mau.
Ternyata dalam praktiknya, Umar memaparkan, anak-anak itu hanya menerima gaji Rp6 juta perbulan, "fee" perterapi Rp10.000, tidak boleh keluar dari penampungan dan bekerja selama 24 jam perhari.
"Setelah dibawa dari daerah masing-masing, anak-anak ini dilatih dan ditampung dulu di Jakarta sebelum dipekerjakan di Bali," ujar dia.
Jadi, secara umum, pihak kepolisian telah menentukan tiga tersangka, yaitu perekrut, penampung sementara dan pelaku eksploitasi.
Akan tetapi, pihak Bareskrim Polri menyatakan belum menemukan indikasi adanya sindikat, karena para tersangka diduga tidak memiliki keterikatan dan bekerja sendiri-sendiri.
"Tersangka sudah ada dan terus kami dalami sembari mencari tambahan alat bukti. Untuk para korban saat ini dirawat oleh Dinas Sosial Provinsi Bali, dan akan menjadi saksi kasus ini jika sudah dibawa ke pengadilan," ujar Umar. (WDY)