Jakarta (Antara Bali) - Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) mengajukan permohonana uji materi atas ketentuan Pasal 85 ayat (2) UU No 39 Tahun 2004, terkait dengan perselisihan TKI dengan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).
"Pemohon merasa ketentuan a quo hanya mengatur upaya penyelesaian perselisihan TKI dengan PPTKIS," ujar kuasa hukum SPILN Iskandar Zulkarnaen, di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu.
Adapun perselisihan tersebut terjadi akibat dari penyimpangan perjanjian penempatan di tingkat instansi bidang ketenagakerjaan di kabupaten, provinsi, atau pemerintah yang dalam hal ini adalah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI).
Menurut pemohon, upaya penyelesaian pada tingkatan BNP2TKI, menimbulkan persoalan hukum bagi pemohon berakibat pada kepastian hukum TKI untuk mendapatkan hak-hak yang belum dipenuhi oleh PPTKIS, apabila tidak mencapai mufakat.
Iskandar juga menyebutkan bahwa di dalam perjanjian pemempatan juga mengatur hak-hak TKI yang harus dipernuhi oleh PPTKIS.
"Tidak dipenuhi hak-hak TKI dalam perjanjian penempatan oleh PPTKIS merupakan bagian dari perselisihan hak yang seharusnya dapat dilakukan upaya hukum," tambah Iskandar.
Hal itu menurut Iskandar sesuai mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
Selain itu pemohon menilai bahwa pemerintah hingga saat ini belum mengatur upaya hukum lain beserta dengan tenggat waktu penyelesaian perselisihan tersebut.
"Dengan alasan tersebut, pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan pasal-pasal a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum," kata Iskandar. (WDY)