Kawasan wisata Sanur, Kuta, dan Nusa Dua seakan sudah familier didengar oleh para pelancong yang berwisata ke Bali.
Aksesnya yang dekat dengan bandar udara internasional plus berbagai sarana akomodasi yang tersedia menjadi tambahan magnet yang menarik wisatawan untuk berpelesiran ketiga kawasan itu. Selain memang daerah tersebut menawarkan pantai yang memesona.
Bus-bus wisata yang mengangkut wisatawan asing maupun wisatawan domestik berjalan di tengah kemacetan, menjadi pemandangan yang juga tidak asing dijumpai di daerah yang terletak di kawasan Bali bagian selatan itu.
Namun, bagaimana dengan pantai-pantai di kawasan Buleleng, seperti Penuktukan, Les, Pemuteran yang konon oleh para penyelam dikatakan memiliki keindahan bawah laut luar biasa? Objek wisata di kabupaten yang terletak paling utara Pulau Bali itu justru sepi dan minim pelancong.
Alasannya karena untuk menjangkau objek wisata di Buleleng, dibutuhkan waktu paling cepat 2,5 jam dari Kota Denpasar, Ibu Kota Provinsi Bali. Selain waktu tempuh yang tidak bisa dibilang cepat, jalur yang dilalui pun berkelok-kelok karena harus melintasi kawasan perbukitan dan juga berkabut ketika cuaca kurang bersahabat.
Kondisi inilah yang berupaya dicarikan solusi oleh Pemerintah Provinsi Bali dengan berbagai jurus strategis. Dampak sulitnya akses ke Bali utara, selain berimbas pada kunjungan wisatawan, selama ini telah menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi dan migrasi penduduk ke kawasan selatan Pulau Dewata.
Memang dari beberapa tahun terakhir sudah diwacanakan untuk membangun bandara baru di kawasan Buleleng sebagai upaya memecah kesenjangan ekonomi antara selatan dan utara Bali. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada kepastian kapan terealisasinya bandara itu.
Demikian pula, dengan rencana pembangunan tol untuk memperpendek dan mempercepat jarak tempuh, belumlah dapat segera terwujud. Beberapa waktu terakhir, PT Waskita Karya, sebagai salah satu BUMN mewacanakan akan membangun empat ruas tol di Pulau Dewata sebagai upaya untuk mempercepat pemerataan pembangunan.
Direktur Operasional I PT Waskita Karya Desi Arryani saat mempresentasikan prastudi kelayakan pembangunan tol itu di depan Gubernur Bali Made Mangku Pastika belum lama ini mengemukakan empat ruas tol yang ditawarkan dibangun di Bali meliputi ruas Kuta-Canggu-Tanah Lot-Soka (28 km), Soka-Pekutatan (25,1 km), Pekutatan-Gilimanuk (54,4 km) dan Pekutatan-Lovina (46,7 km).
"Dibutuhkan dana sekitar Rp34,379 triliun untuk mendanai pembangunan ruas jalan tol dengan total panjang 156,7 kilometer itu," katanya.
Pemerintah Provinsi Bali sebelumnya mengaku terkendala untuk biaya pembebasan lahan yang tinggi jika tol diwujudkan dengan biaya dari APBD Bali, apalagi di tengah masih banyaknya program prorakyat yang harus diprioritaskan.
Bantuan Tiongkok
Dalam seminar Promosi Investasi Wilayah Konjen Republik Rakyat Tiongkok yang digelar belum lama ini di Kantor Gubernur Bali, pemerintah provinsi setempat meminta pengusaha dari Negeri Tirai Bambu itu untuk membantu investasi pembangunan berbagai infrastruktur di Pulau Dewata sebagai bagian dari upaya pengembangan pariwisata yang berkelanjutan.
"Untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Bali, sangat penting penyediaan infrastruktur yang memadai, seperti fasilitas jalan, listrik, dan air yang baik," kata Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Bali Ketut Wija dalam kesempatan seminar tersebut.
Menurut dia, dengan adanya infrastruktur yang baik, wisatawan dapat dengan mudah menjangkau destinasi yang dituju. Jika tanpa infrastruktur yang memadai, kepariwisataan Bali dapat menimbulkan kesan yang kurang baik.
"Memang kunjungan wisman ke Bali sejauh ini selalu meningkat, hampir 11 juta jiwa per tahun. Pada tahun 2014 saja, kunjungan wisatawan asing lebih dari 3,7 juta jiwa dan wisatawan domestik lebih dari 6,9 juta jiwa," ucapnya.
Kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali pada tahun 2014, kata dia, lebih dari 600.000 jiwa atau meningkat 51 persen daripada jumlah tahun sebelumnya. Pihaknya berharap pada tahun 2015, kunjungan wisatawan dari Negeri Tirai Bambu itu dapat menembus angka satu juta jiwa.
Wija mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur selain terkait dengan kepentingan pariwisata, sekaligus untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara kawasan Bali selatan dengan utara, timur, dan barat. Selain rencana pembangunan tol dan bandara, dia juga mengemukakan bahwa pengembangan Pelabuhan Kapal Pesiar Tanah Ampo, Pelabuhan Amed, jalan lingkar Nusa Penida, dan pembangunan stadion internasional.
Sementara itu, Konsul Jenderal Republik Rakyat Tiongkok di Denpasar Hu Yinquan mengatakan bahwa lewat kegiatan seminar tersebut, perusahaan dari Tiongkok lebih mengenal potensi dari Bali, selanjutnya dapat menjalin kerja sama dengan provinsi ini.
"Jika infrastruktur kurang berkembang, memang akan berpengaruh terhadap lemahnya daya saing Indonesia," katanya.
Pengusaha dari RRT, kata Yinquan, memiliki keunggulan di bidang pendanaan dan teknologi yang selama ini justru menjadi kelemahan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. "Sekarang ini menjadi masa emas bagi Indonesia untuk menarik investasi dari para pengusaha asal Negeri Tirai Bambu," tegasnya.
Ia mengemukakan bahwa pada tahun 2014 investasi langsung dari RRT ke Indonesia sekitar 1,5 miliar dolar AS atau meningkat 37 persen dari nilai investasi pada tahun sebelumnya.
Setelah dua kali digelar kunjungan kenegaraan oleh Presiden RRT Xi Jinping dan Presiden RI Joko Widodo, menurut dia, sudah dicapai banyak kesepakatan di bidang perkembangan ekonomi maritim dan pembangunan infrastruktur.
"Kunjungan kenegaraan itu juga sudah memberikan `blue print` atau cetak biru bagi kerja sama kedua negara. Gagasan satu kawasan satu jalur yang dikemukakan oleh Presiden Xi Jinping sangat cocok dengan poros maritim dunia, khususnya hubungan Tiongkok dan Indonesia sudah memasuki tahap yang baru dengan hubungan kemitraan strategis komprehensif," katanya pada acara yang dihadiri puluhan pengusaha dari Tiongkok itu.
Oleh karena itu, kata dia, lewat kegiatan seminar tersebut, dapat menciptakan sebuah platform untuk saling mengetahui, saling mengenal dan saling mengerti sehingga dapat menarik minat pengusaha Tiongkok terhadap lingkungan investasi, khususnya di Provinsi Bali.
Berbalas Kunjungan
Di akhir Maret hingga awal April 2015, Gubernur Bali Made Mangku Pastika beserta jajaran telah mengadakan kunjungan balasan ke Provinsi Yunnan dan Hainan Tiongkok. Sebelumnya, pemerintah kedua provinsi itu menyatakan ingin menjalin kerja sama pariwisata dengan Bali di tengah antusiasme warganya yang dinilai cukup besar terhadap Pulau Dewata.
Wakil Gubernur Yunnan Gao Shuxun, misalnya, saat menemui Gubernur Bali Made Mangku Pastika beberapa waktu lalu mengemukakan bahwa warganya mempunyai antusiasme yang besar terhadap Bali karena sebagai destinasi pariwisata secara geografis dikelilingi pantai. Berbeda dengan daerahnya yang lebih didominasi dikelilingi oleh daratan.
Selain mempererat kerja sama pariwisata, pihaknya juga ingin menjajaki kerja sama dalam bidang ekonomi, perdagangan, dan pertanian. Di sisi lain, Gao Shuxun mengharapkan bisa membuka jalur penerbangan langsung dari Yunnan ke Bali setelah dirinya melihat secara langsung standar pelayanan yang ada di Bandara Internasional Ngurah Rai.
Sementara itu, dari kunjungan balasannya ke Yunnan dan Hainan, Pastika mengaku juga tengah memikirkan untuk mengadakan penerbangan langsung (direct flight) dari Bali ke kedua provinsi tersebut. Pemprov Bali juga akan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat untuk mewujudkan penerbangan ini.
"Mereka yang mau ke Bali harus transit dahulu. Kalau ada penerbangan langsung, misalnya seminggu sekali, itu sudah bagus. Ini harus kita bicarakan juga karena nyari slot penerbangan di Ngurah Rai juga tidak gampang, saking banyaknya orang yang mau langsung `flight`-nya. Ini harus diperjuangkan potensinya. Kita harus bisa bicara dengan pemerintah pusat," ucap Pastika.
Pemerintah Tiongkok, kata Pastika, juga menyampaikan kekagumannnya pada Bali karena dipandang sebagai pulau yang sangat indah, iklimnya bersahabat, penduduknya ramah, dan hotel-hotelnya juga bagus. Mereka juga salut dengan kebudayaan Bali.
Dengan melihat kondisi seperti itu, dia optimististis akan terbuka pintu bagi Bali untuk meningkatkan kunjungan wisman asal Tiongkok, minimal dari Provinsi Yunnan dan Hainan. Misalnya, Yunnan, jumlah penduduknya lebih dari 47 juta jiwa.
Pastika juga menggarisbawahi hal yang perlu ditiru dari kedua provinsi tersebut. Salah satunya adalah pertanian yang sudah memanfaatkan teknologi sehingga pertaniannya bisa maksimal. Teknologi solar cell (listrik tenaga matahari) yang bisa diadopsi di kantor-kantor Pemerintah Provinsi Bali.
Di sisi lain, dia juga mengaku menerima keluhan dari Pemerintah Tiongkok terkait dengan warganya ketika berwisata ke Bali karena mereka kerap diajak berwisata belanja oleh para pramuwisata setempat, "Jadi, jangan coba tawarin barang-barang ke wisatawan Tiongkok karena mereka berpendapat barang-barang di negaranya jauh lebih bagus dan lebih murah," ujarnya. (WDY)
Asa Bali Tertuju Ke Negeri Tirai Bambu
Kamis, 14 Mei 2015 9:56 WIB