Jakarta (Antara Bali) - Greenpeace Sea Indonesia, mengapresiasi pengesahan Undang-undang persetujuan ASEAN tentang pencemaran asap lintas batas, karena penanganan dan pencegahan kebakaran hutan lebih efektif dan cepat.
"Pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut dapat dilakukan secara preventif karena penanganan kebakaran tersebut dilakukan secara bersama-sama atau antarnegara ASEAN yang menandatangani undang-undang tersebut," kata Kepala Greenpeace Sea Indonesia, Longgena Ginting di Jakarta, Kamis.
Selain itu, kata dia, undang-undang pencemaran asap lintas batas ini akan memperkuat penegakan hukum. Jadi secara legal pemerintah bisa melakukan penindakan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan asing yang melakukan pembakaran lahan gambut dan hutan.
"Selama ini, penegakan hukum kepada perusahaan perkebunan asing di Indonesia kurang bahkan tidak tersentuh, karena pengawasan dan landasan hukum yang masih lemah," ujarnya.
Menurut dia, melalui undang-undang ini menjadi payung berbagai perjanjian kerja sama di tingkat ASEAN termasuk AATHP.
"Indonesia sebagai negara dengan luas lahan dan hutan terbesar di kawasan, dapat berkerja sama dalam kerangka ASEAN dan dapat memanfaatkan bantuan internasional guna meningkatkan upaya pengendalian kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas," ujarnya.
Ia mengatakan selama ini, pencegahan kebakaran yang dilakukan pemerintah dinilai masih sia-sia, misalnya melakukan penyiraman dengan helikopter, pesawat terbang, modifikasi cuaca yang menghabiskan anggaran besar. Ibarat membuang garam ke dalam laut.
"Api hanya padam beberapa saat saja, nanti beberapa bulan kering, kembali terjadi kebakaran lagi dan kondisi itu selalu terjadi setiap tahun, sehingga penanganan kebakaran ini tidak pernah terselesaikan," ujarnya.
Ia berharap dengan disahkannya undang-undangan ini menjadi langkah baru bagi pemerintah menangani masalah kebakaran ini dan antarnegara ASEAN tidak lagi saling tuding dan menyalahkan pencemaran asap dari negara lainnya," ujarnya .(WDY)