Denpasar (Antara Bali) - Rancangan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Anak yang dibahas DPRD Provinsi Bali menekankan ketentuan pidana bagi pelanggarnya.
Wakil Gubernur Ketut Sudikerta pada rapat paripurna DPRD Bali di Denpasar, Selasa, menekankan tiga aspek, yaitu aspek kewenangan, substansi, dan analisis teknis penyusunan peraturan perundang-undangan.
Dari aspek substansi secara umum materi yang diatur dalam Ranperda itu sama dengan materi dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sehingga terkesan ada duplikasi penormaan atau tumpang tindih.
Selain itu, pemprov menilai dalam Ranperda ini belum ada kejelasan dari materi yang diatur atau masih rancu.
"Dalam Ranperda ini belum ada kejelasan dari materi yang diatur karena luasnya ruang lingkup dan lintas sektor sehingga perlu pencermatan dengan mengundang pemangku kepentingan dari unsur pemerintah, masyarakat dan swasta," katanya.
Sementara dari sisi analisis teknis penyusunan peraturan perundang-undangan ketentuan pasal pidana yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi larangan dan perintah menuai sorotan.
Menurut dia, rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma, larangan atau norma perintah yang dilanggar dan menyebut pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut. Sedangkan dalam Ranperda itu belum disebutkan secara jelas
"Sistematika Ranperda ini perlu diharmonisasis lebih mendalam, sehingga nantinya perda tersebut bisa menjadi payung hukum dalam perlindungan anak." katanya.
Sementara itu, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Bali Ni Luh Putu Praharsini mengatakan kasus kekerasan pada anak baik kekerasan psikis, fisik maupun seksual memang tergolong tinggi.
Data menunjukkan pada 2013 ada 164 kasus dan 2012 sebanyak 209 kasus. Menurut dia, BP3A sudah berupaya mencegah dan menangani kasus kekerasan pada anak, namun memang perlu dukungan lebih riil baik dari sisi regulasi maupun anggarannya.
Karena kehadiran Ranperda Perlindungan Anak ini diharapkan mampu mengakomodir permasalahan seputar kekerasan pada anak.
Pihaknya juga memberi masukan pada Pansus Ranperda Perlindungan Anak, misalnya bagaimana mengenai masalah kasus kekerasan fisik maupun seksual pada, eksploitasi anak, menangani permasalahan pekerja anak yang masih marak di Bali, hingga maraknya kekerasan seksual pada anak lewat dunia maya.
"Kami akan bahas mendalam materi Ranperda ini sehingga juga tidak tumpang tindih dengan aturan yang sudah ada," katanya. (WRA)