Denpasar (Antara Bali) - Keseharian penampilannya cukup sederhana dan terkesan pendiam, namun pembawaan itu berubah total, tatkala tampil di atas pangung, menabuh mengiringi olah gerak tari yang lincah di atas pentas.
Ida Bagus Gde Jumpung (82), pria kelahiran Banjar Tengah, Desa Dawan Kelod, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, 31 Desember 1931 itu adalah seniman serba bisa, baik dalam bidang tabuh maupun membawakan berbagai jenis tarian Bali.
Meskipun hanya mengenyam pendidikan formal setingkat sekolah dasar (SD), namun kemampuannya dalam bidang pengembangan seni budaya sangat mapan.
Suami dari I Dewa Ayu Gede Oka pernah melatih puluhan sekaa (grup) kesenian maupun sekaa gong di sejumlah banjar dan desa di Kabupaten Klungkung maupun daerah sekitarnya.
Ida Bagus Jumpung, pria yang piawai memainkan semua jenis alat musik tradisional Bali itu dengan senang hati melatih sekaa gong yang dilakoninya puluhan tahun. Sekaa gong yang pernah dilatihnya antara lain Desa Dawan Kelod, Dawan Keler, Gunaksa, Pikat, Pesinggahan dan Pasek Bali.
Selain itu juga dengan gigih melatih sekaa gong desa Kamasan, Banda, Tihingan, Tangkup, Jumpai dan Budaga di Kabupaten Klungkung, disamping pernah melatih sekaa gong Polres Klungkung.
Sukses melatih sekaa gong dalam satu banjar, dilanjutkan ke banjar lainnya dan beberapa sekaa antri menunggu giliran, sehingga jadualnya untuk memberikan latihan untuk mencetak kader penerus seni budaya Bali sangat padat.
"Masuk banjar ke luar banjar pada malam hari untuk melatih sekaa gong, hasilnya hanya bisa dinilai dengan kepuasan oleh diri sendiri," tutur ayah dari empat putra dan putri itu.
Kempat putra-putrinya yang terdiri atas Ida Ayu Ngurah Adnyani, Ida Bagus Rai Yoga, Ida Bagus Oka Widnyana dan Ida Ayu Gede Widiantari juga mewarisi keahlian dalam bidang tabuh dan tari.
Semua itu berkat sentuhan dan kerja keras Ida Bagus Jumpung untuk mendidik keempat putra-putrinya secara keras hingga menjadi seniman serba bisa dalam bidang tabuh maupun tari Bali.
Kegiatan Ritual
Ida Bagus Jumpung, pria yang tampak masih sehat bugar pada usia senjanya, ketika masih enerjik dulu , selain melatih para kader juga aktif sebagai penabuh gamelan untuk kepentingan berbagai kegiatan, termasuk kelengkapan kegiatan ritual.
Namun dalam beberapa tahun belakangan keahlian yang dimilikinya itu hampir tidak pernah lagi dipraktekkan, kecuali hanya memberikan pembinaan terhadap duta seni Kabupaten Klungkung yang tampil dalam arena Pesta Kesenian Bali (PKB).
Ida Bagus Jumpung yang juga pembuat kendang dan suling yang banyak digunakan untuk kelengkapan perangkat gamelan oleh sekaa kesenian di Kabupaten Klungkung itu sangat aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pernah memperkuat pementasan wayang wong dan barong Nongkling saat pentas di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
Darah seni Ida Bagus Gde Jumpung kini mengali kepada putra-putranya dan puluhan kader yang berhasil dicetak sebagai generasi penerus seni budaya Bali.
Semua itu berkat kesenangannya sejak kecil terhadap tabuh dan tari Bali. Teknik tabuh dan tari Bali yang dipelajarinya dapat dikuasasinya dengan baik.
Hal itu menjadi modal baginya dalam membina dan melatih sekaa-sekaa gong dan kesenian di sejumlah desa di Kabupaten Klungkung maupun daerah lainnya di Bali.
Berkat kesungguhan dan keseriusan itu mampu mengantarkan dirinya sebagai sosok seorang seniman yang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan seni kerawitan Bali umumnya.
Berkat prestasi, dedikasi dan pengabdian Ida Bagus Gde Jumpung secara terus menerus itu kini masuk nominasi salah seorang penerima Dharma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali, bertepatan dengan HUT ke-55 Pemprov Bali 14 Agustus 2013.
Kepala Seksi Perfilman dan Perizinan pada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Dauh menjelaskan, Pemerintah Provinsi Bali telah membentuk satu tim untuk menyeleksi seniman yang dinilai berjasa terhadap pengembangan seni budaya Bali untuk memperoleh Dharma Kusuma tersebut.
Pemerintah Kabupaten/kota di Bali telah melakukan seleksi dan mengusulkan sejumlah seniman di daerahnya untuk mendapat penghargaan Dharma Kusuma.
Usulan dari kabupaten/kota itu kembali diseleksi oleh tim yang diketuai Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, karena usulan yang masuk cukup banyak sementara penghargaan hanya diberikan kepada 14 orang, ujar Wayan Dauh.
Tim melakukan seleksi secara ketat terhadap usulan dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali, sehingga mereka yang menerima penghargaan tertinggi dalam bidang seni itu betul-betul mempunyai prestasi tinggi, dedikasi dan pengabdian untuk pelestarian seni budaya Bali.
Penghargaan tersebut berupa satya lencana emas 23 karat seberat 20 gram melambangkan Siwa Nataraja dan sejumlah uang. Penganugrahan Seni Dharma Kusuma itu sesuai dengan Peraturan Daerah Bali Nomor 11 tahun 1992 tentang Penghargaan Seni.
Penganugrahan diberikan secara berkesinambungan setiap tahun saat perayaan HUT Pemprov Bali sejak tahun 1974 kepada mereka yang berhak menerimanya, sebagai wujud pengakuan atas jasa, prestasi dan karya seni yang dihasilkan.
Selain itu juga merupakan salah satu bentuk pembinaan, pengembangan dan pelestarian nilai-nilai budaya Bali, sehingga tetap kokoh dan eksis di tengah perkembangan zaman, tutur Wayan Dauh. (LHS)
Jumpung Lestarikan Seni Budaya Bali
Senin, 22 Juli 2013 13:15 WIB