Denpasar (ANTARA) -
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak di Bali mencapai Rp6,27 triliun per Mei 2025 atau tumbuh 11,4 persen dibandingkan periode sama 2024 sebesar Rp5,62 triliun di tengah tantangan efisiensi dan kondisi geopolitik dunia.
“Kami optimistis dapat mencapai target,” kata Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Bali Darmawan di Denpasar, Bali, Selasa.
Darmawan yang juga Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bali itu, menambahkan realisasi tersebut mencapai 34,86 persen dari target tahun ini sebesar Rp17,98 triliun.
Capaian tertinggi penerimaan pajak di Bali tercatat di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Denpasar mencapai Rp3,31 triliun.
Sedangkan pertumbuhan tertinggi terjadi di KPP Pratama Singaraja dengan realisasi Rp129,4 miliar atau tumbuh secara tahunan sebesar 24 persen.
Baca juga: DJP Bali himpun setoran pajak Rp1,97 triliun Januari-Februari 2025
Pertumbuhan di Singaraja didorong tumbuhnya sektor usaha pertanian dan perikanan yang dominan di wilayah Bali Utara itu.
Ada pun capaian penerimaan pajak di Bali ditolong oleh sektor usaha penyediaan akomodasi, makan dan minum yang tumbuh positif 18,24 persen dengan realisasi Rp1 triliun dan real estat tumbuh 14,70 persen dengan realisasi Rp344 miliar
Sektor usaha yang tergolong pariwisata dan properti itu masing-masing berkontribusi 16,47 persen dan 15,72 persen terhadap total penerimaan.
Efisiensi belanja pemerintah memberi dampak terhadap penerimaan pajak di Bali ditunjukkan oleh terkontraksinya penerimaan dari sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar 20 persen dengan realisasi Rp413,1 miliar.
Satu-satunya KPP di Bali pada Mei 2025 yang mencatatkan kontraksi adalah Tabanan yakni 17,56 persen karena dominan penerimaan bersumber dari administrasi pemerintahan.
Sektor dominan yang juga mengalami kontraksi adalah perdagangan besar dan eceran sebesar 5,92 persen dengan realisasi Rp1,16 triliun.
Di sisi lain terkait memanasnya situasi geopolitik di kawasan Timur Tengah termasuk perang Israel dan Iran, pihaknya akan terus mencermati kondisi eksternal tersebut, termasuk dampak terhadap geliat ekonomi yang ditopang pariwisata di Bali.
“Secara nasional, dengan kondisi terakhir di Israel dan Iran yang perlu diwaspadai adalah kenaikan harga minyak dunia yang berdampak ke belanja di APBN secara umum,” imbuhnya.
Baca juga: Kantor Pajak Bali raup Rp16,97 triliun pada 2024