Denpasar (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Bali mengungkap modus Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Buleleng I Made Kuta yang diduga melakukan pemerasan terhadap pengembang rumah subsidi atau pengusaha properti.
"Dengan alasan untuk membiayai kebutuhan pemerintahan, IMK telah meminta ke para pemohon PKKPR/KKKPR dan PBG untuk membayar sejumlah uang," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bali Putu Agus Eka Sabana Putra di Denpasar, Bali, Kamis.
Eka Sabana menyebut jumlah keseluruhan uang yang telah dipungut oleh tersangka sekitar Rp2 miliar dalam kurun waktu 2019-2024.
Apabila para pemohon izin tidak membayar sejumlah uang yang diminta tersangka, maka proses perizinan tersebut dihambat atau dipersulit oleh IMK sebagai Kepala Dinas DPMPTSP Buleleng.
Tindakan tersebut pun dinilai penyidik dapat menghambat program Pembangunan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Rumah Bersubsidi) tersebut.
Baca juga: Kadis DPMPTSP Buleleng jadi tersangka dugaan pemerasan pengembang
Menurut Eka, penyidikan yang sedang dilakukan oleh Tim Penyidik Pada Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Bali tersebut diharapkan sebagai efek jera dan perbaikan tata kelola terkait proses perizinan di semua kabupaten/kota di Bali sehingga tidak menghambat program pemerintah untuk penyediaan rumah subdisi .
Eka Sabana mengatakan penyidik masih melakukan pendalaman terkait modus operandi lainnya.
Menurut dia, penyidikan tersebut dilakukan mengingat bantuan rumah bersubsidi sangat diperlukan untuk masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan program tersebut bersentuhan langsung dengan masyarakat, serta seiring dengan program pemerintah untuk penyediaan rumah dengan kredit Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang sumber anggarannya dari BP Tapera.
Sementara itu, Kepala Seksi Penyidikan Bidang Pidana Khusus Kejati Bali Andreanto mengatakan pihaknya telah menyita 40 unit rumah subsidi yang terkait dengan kasus tersebut.
Baca juga: Pemkab Buleleng ajukan ranperda penyertaan modal BPD Bali ke DPRD
"Nanti dengan penyitaan itu membantu kita mengungkapkan bagaimana tindak pidana terjadi. Berawal dari penyalurkan dana rumah subsidi. Dari situ penyidikan berjalan memperoleh fakta adanya tindak pidana yaitu pemerasan yang dilakukan oleh oknum Kadis," katanya.
Dia menjelaskan awalnya kasus tersebut terbongkar setelah penyidik mendapatkan informasi dari masyarakat akan adanya penyaluran rumah subsidi tidak sesuai ketentuan. Dari situ kita dalami sehingga sampai hari ini, ini yang kita temukan di awal.
Dia mengatakan sejauh ini, ada 19 saksi yang diperiksa dari pihak pengembang, dinas terkait.
Saat tanyakan soal jumlah pengembang yang diperas, cara tersangka IMK melakukan pemerasan hingga aliran dana Rp2 miliar tersebut, Andreanto mengaku menjadi bagian dari pokok perkara yang akan dibuka saat persidangan.