Denpasar (Antara Bali) - Wakil Gubernur Bali Anak Agung Ngurah Puspayoga menilai, ketimpangan pembangunan selama ini di Bali akibat pengembangan sektor pariwisata kurang merata dan tidak berbasis kerakyatan.
"Pariwisata merupakan pintu masuk menuju kesejahteraan, mengingat sebagian besar kehidupan masyarakat bertumpu pada sektor pariwisata. Untuk itu pariwisata jangan menjadi ketimpangan," kata Puspayoga yang juga calon Gubernur Bali di Denpasar, Kamis.
Puspayoga yang berpasangan dengan Dewa Nyoman Sukrawan (PAS) yang diusung PDIP mengingatkan hal itu ketika berkunjung ke Puri Satria Kaleran, Kuta, Kabupaten Badung
Ia mengatakan, masyarakat Bali sekitar 80 persen bergerak dan menaruh harapan pada jasa pariwisata, meskipun yang hanya bersentuhan langsung hanya sekitar 35 persen.
Sisanya adalah karyawan biro perjalanan wisata (BPW), pegawai hotel, sopir taksi, kusir dokar dan sektor-sektor ekonomis lainnya.
Ia melihat belakangan ini muncul kecenderungan pengembangan industri pariwisata yang mulai tercerabut dari akarnya yakni adat, budaya dan warga masyarakat Bali.
"Pariwisata Bali ini sangat diminati wisatawan. Apakah karena keindahan alam Bali? Tidak juga. Tapi kenapa mereka terbius tentu berkat budaya Bali. Oleh sebab itu pertahankan budaya Bali, supaya taksu (kharisma) Bali dan vibrasi Bali tetap terjaga. Pariwisata tanpa budaya, Bali tak ada apa-apanya," tegas Puspayoga kandidat Gubernur Bali yang diusung PDIP.
Menjaga budaya Bali menurut Puspayoga, tisak dapat dilepaskan begitu saja dari sektor pertanian Bali. Oleh sebabnya, industri pariwisata dan sektor pertanian bagai dua sisi dalam keping uang logam.
"Salah satunya adalah subak yang mesti terus dipertahankan. Meski Denpasar adalah wilayah perkotaan, tapi punya `subak luk atak` di Peguyangan yang menjadi subak terbaik se-Bali. Subak kita masih bertahan di tengah gempuran derasnya perkembangan pembangunan," terang penggemar kain endek Bali itu.
Puspayoga di tengah komitmennya menjaga subak dan pertanian, ada yang menjadi kekhawatirannya yakni Petani tidak mau lagi menggarap sawahnya.
Itulah sebetulnya kesalahan pemerintah. Ke depan harus dibuat agar para petani itu asyik mencintai pekerjaannya. Pertanian itu bagian sinergi kepariwisataan.
Kalau pertanian hancur, budaya juga terancam," papar Puspayoga.
Untuk tetap menjaga pariwisata, budaya dan pertanian Bali, Puspayoga menggagas desa wisata. Desa wisata ini merupakan konsep pariwisata berbasis kerakyatan.
Pengembangan pariwisata demikian akan menjadikan masyarakat lokal dapat menikmati pembangunan dan pertumbuhan pariwisata. Sehingga, distribusi kesejahteraan akan semakin cepat terealisasi.
"Seperti Kuta, pengembangan desa wisata penting, agar tanah di bali tak dikuasai kapitalis," ucap Puspayoga.
"Pariwisata harus dikuasai oleh mereka yang memiliki tanah, masyarakat
Bali. Kesenian dan budaya itu tidak boleh dieksploitasi. Kalau turis mau megamel (memanikan musik tradisional Bali) ya ke belajar banjar. Jangan senimannya dieksploitasi. Inilah konsep pariwisata kerakyatan," ujar Puspayoga. (*/ADT)
Puspayoga Berharap Pariwisata Bali Berbasis Kerakyatan
Kamis, 4 April 2013 12:51 WIB