Denpasar (ANTARA) - Angkasa Pura Indonesia menyebutkan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai di Kabupaten Badung, Bali merupakan pelabuhan udara tersibuk kedua di tanah air setelah Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten di posisi pertama dan Bandara Juanda di Sidoarjo, Jawa Timur menduduki posisi ketiga pada 2023.
Ketiga bandara itu tergolong sibuk karena lalu lintas udara yang padat baik dari sisi pergerakan penumpang, pesawat hingga kargo.
Khusus Bandara Bali, selama 2023 melayani 21,4 juta penumpang atau naik 71 persen dibandingkan 2022.
Bandara yang terletak di Kelurahan Tuban, Kecamatan Kuta itu bahkan menjadi satu-satunya bandara di Tanah Air yang tingkat pergerakan penumpang internasional paling tinggi pada 2023 mencapai 11,5 juta orang atau tumbuh 83 persen.
Namun, pergerakan penumpang di Bandara Bali itu baru 89 persen dibandingkan sebelum periode pandemi COVID-19 yang menyentuh 24 juta penumpang.
Selain manusia, pergerakan armada pesawat udara juga naik 56 persen dari 87 ribu menjadi 130.500 pergerakan pada 2023.
Sedangkan selama periode Januari-April 2024, tercatat sebanyak 7,1 juta penumpang dilayani di Bandara Bali, sebanyak 4,1 juta di antaranya adalah penumpang rute internasional.
Sementara itu, Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau AirNav Indonesia Cabang Denpasar, Bali, mencatat rata-rata per hari lalu lintas pesawat udara di bandara itu mencapai sekitar 380 kali penerbangan.
Saat akhir pekan dan periode tertentu misalnya musim liburan, jumlahnya bisa meningkat hingga 400-430 penerbangan di Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Potensi kargo
Sebagai daerah tujuan wisata dunia, Bali menyedot kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri. Terbukti, jumlah penumpang dan pergerakan pesawat baik domestik dan internasional di Bali tergolong tinggi.
Ada potensi ekonomi lain di balik tingginya pergerakan penumpang dan pesawat itu yang bisa dioptimalkan yakni kargo untuk ekspor dan impor.
Pasalnya, masih ada ruang dalam “perut” pesawat yang bisa diisi oleh muatan barang ekspor impor, selain muatan berupa barang bawaan penumpang.
Tersedianya ruang di kontainer pesawat itu mengingat Pulau Dewata bukan merupakan daerah industri skala besar.
Justru daerah industri banyak berkembang di provinsi tetangga misalnya Jawa Timur dan daerah lainnya.
General Manager Angkasa Pura I Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Handy Heryudhitiawan mengungkapkan rata-rata per hari, total jumlah kargo di bandara itu mencapai sekitar 130-150 ton baik domestik dan internasional.
Jumlah itu belum termasuk transhipment cargo atau pengangkutan muatan kargo yang diturunkan di Bali kemudian dikirim lagi ke negara lain.
Rata-rata kargo dari Bali untuk ekspor di antaranya komoditas perikanan hidup salah satunya ekspor benih ikan bandang (nener) dari Kabupaten Buleleng menuju Filipina.
Jalur penerbangan
Rute penerbangan yang dilayani Bandara I Gusti Ngurah Rai tergolong lengkap dan dilayani secara langsung, menghubungkan bumi bagian utara dan selatan, seperti dari Australia dan Selandia Baru, kemudian negara di Asia Timur di antaranya China, Jepang dan Korea Selatan.
Selanjutnya, negara-negara di kawasan Asia Tenggara di antaranya Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia dan Vietnam.
Selain itu, ada juga rute Asia Selatan seperti India, Timur Tengah seperti Dubai dan Doha hingga negara yang terletak antara Asia dan Eropa yakni Turki. Rute Timur Tengah dan Singapura merupakan pusat penerbangan dunia.
Hingga Mei 2024, Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali terhubung dengan 19 rute domestik oleh 13 maskapai dan 33 rute internasional oleh 36 maskapai penerbangan.
Rute tersebut sebagian besar dilayani oleh armada pesawat udara berbadan besar bahkan armada terbesar di dunia yakni super jumbo jenis Airbus 380 milik Emirates yang reguler dilayani di Bali.
Bukan tidak mungkin, rute internasional tersebut terus bertambah karena salah satu maskapai yang bermarkas di Abu Dhabi yakni Etihad ini membuka penerbangan perdana ke Bali mulai 25 Juni 2024.
Selain itu, penambahan penerbangan juga dirancang oleh dua maskapai Korea Selatan yang melayani Bali dan beberapa kota di Negeri Ginseng itu.
Angkutan antarmoda
Peluang meraup untung dari kargo udara melalui Bali mulai dilirik pelaku usaha dan pengguna jasa dengan cara memanfaatkan layanan angkutan antarmoda melalui Bea Cukai Ngurah Rai Bali.
Perwakilan salah satu maskapai Timur Tengah yang melayani kargo udara melalui Bandara Ngurah Rai, Lahenda Aprilian menjelaskan pihaknya memanfaatkan layanan multimoda karena memberikan ruang lebih besar untuk barang ekspor impor dari Surabaya diangkut melalui Bali.
Barang ekspor dari Surabaya salah satunya diangkut melalui jalur darat kemudian menuju negara tujuan melalui kargo di Bandara Ngurah Rai karena jalur penerbangan internasional yang lebih banyak tersedia di Pulau Dewata.
Ia mendata sejak Januari hingga Mei 2024, sudah 64 ton barang dari Surabaya diekspor dari Bandara Bali ke sejumlah negara di antaranya produk garmen.
Jumlah itu hampir mendekati pencapaian selama 2023 yang mencapai total 79 ton.
Lahenda menuturkan adanya layanan angkutan antarmoda itu bahkan dapat memangkas biaya logistik hingga 23 persen.
Tidak dipungkiri, daerah industri tetangga Bali juga akan disasar untuk mengekspor komoditasnya melalui Kargo Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai.
Birokrasi dipangkas
Pelaku usaha hingga pengguna jasa saat ini bisa memiliki ruang lebih besar dalam melakukan kegiatan ekspor impor setelah penerapan secara penuh sistem digital yang terintegrasi dalam Single Submission (SSm) Ekspor pada 3 Juni 2024 di Bea Cukai Ngurah Rai Bali.
Kepala Bea Cukai Ngurah Rai Sunaryo menjelaskan kanal digital itu mengintegrasikan berbagai proses pengajuan dokumen ekspor seperti Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Surat Keterangan Asal (SKA), dan permohonan karantina dalam satu sistem sehingga mempercepat waktu layanan.
Sesuai ketentuan, proses ekspor atas beberapa komoditi tertentu misalnya ekspor perikanan membutuhkan perizinan berupa sertifikasi dan uji kelayakan yang wajib dicantumkan dalam setiap pemberitahuan ekspor.
Selain itu, SSm Ekspor juga membuat seluruh data dan informasi dapat disinkronisasi secara tunggal, mengurangi repetisi dan duplikasi proses.
Kemudian, ada juga sistem autogate atau satu pintu otomatis yang mempercepat layanan pemasukan dan pengeluaran barang ekspor impor di Tempat Penimbunan Sementara terminal kargo internasional yang sebelumnya dilakukan secara manual, beralih menggunakan sistem yang terkoneksi daring dan diawasi saat itu juga (real time).
Proses itu memangkas waktu diperkirakan dari 1-1,5 jam menjadi hanya 7-10 menit.
Selain itu, menekan jumlah tatap muka pegawai dengan pengguna jasa dari sebelumnya 24 pegawai menjadi 18 orang pegawai.
Sementara itu, eksportir bibit ikan bandeng hidup Naso’i mengungkapkan ia mengekspor satu ton bibit ikan dengan nama lokal nener itu ke Filipina melalui jalur udara dengan penerbangan langsung.
Setelah menggunakan aplikasi digital ekspor itu, ia bisa memangkas biaya logistik sebesar Rp100 per kilogram.
Adanya peluang yang besar untuk kargo melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai dan kemudahan tersebut perlu dioptimalkan semua pihak baik regulator hingga pelaku usaha dan pengguna jasa.
Apalagi konektivitas dari Bali yang terhubung dengan penerbangan langsung ke tentunya dapat memastikan kualitas komoditas terjaga sampai negara tujuan.
Inovasi, konsistensi dan keberlanjutan diharapkan menjadi kunci dalam mendukung peluang bisnis kargo di Bali dapat terus tumbuh, sekaligus mempercepat ekosistem logistik nasional.