Pemerintah Kabupaten Buleleng, Bali mengubah lahan tidak produktif berupa lahan penuh semak belukar seluas 2 hektare di wilayah Kelurahan Banyuasri, Kota Singaraja menjadi lahan tanaman cabai sebagai upaya mengatasi inflasi di wilayah tersebut.
"Kami bekerja sama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Provinsi Bali dan Kodim 1609/Buleleng memanfaatkan lahan yang dulunya menjadi semacam model pertanian perkotaan (city farming)," kata Penjabat Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana, Sabtu.
Menurut dia, penanaman cabai dilakukan sebagai upaya untuk mencegah meningkatnya angka inflasi menjadi kegiatan pertama dalam pertanian kota (city farming) tersebut.
"Ini sebagai bentuk keseriusannya dalam menangani inflasi. Ke depan, selain cabai juga akan ditanam komoditas-komoditas yang memberikan kontribusi pada meningkatnya inflasi," kata dia.
Lahan tersebut dibuka melalui kolaborasi dengan Kodim 1609/Buleleng. Bibit cabai yang ditanam merupakan bantuan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali.
Lihadnyana lebih jauh mengungkapkan, lahan milik Pemkab Buleleng ini sudah tidak dimanfaatkan dari tahun 2005. Saat ini, dimanfaatkan untuk menanam cabai dan nantinya komoditas lain penyumbang inflasi.
Dengan luas dua hektar, selain cabai juga bisa ditanami bawang sesuai dengan struktur tanahnya. Penanaman cabai serta peluncuran pertanian pintar (Smart Farming) sebagai upaya dan juga program pengendalian inflasi. Termasuk hasilnya bisa mempengaruhi psikologi harga.
“Nanti yang memelihara dan mengelola ini adalah pasukan hijau atau petugas kebersihan. Hasilnya dari mereka dan dijual ke Perumda Pasar Argha Nayottama. Penghasilannya untuk mereka selain dari upah sebagai petugas kebersihan,” katanya.
Mengenai jembatan yang masih milik TNI AD, Pj Bupati yang juga Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Provinsi Bali ini mengatakan nantinya akan dibangun jembatan. Namun, bukan jembatan transportasi seperti saat ini. Jika dibuatkan jembatan seperti sekarang, lahan dibelakangnya akan habis karena ada jalur transportasi.
“Seperti jembatan biasa, cuma tidak untuk truk. Mobil bisa masuk. Tapi dalam konteks mobil itu masuk untuk olahraga atau menikmati pertanian kota,” kata Lihadnyana.