Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono meminta pemerintah daerah menggandeng perguruan tinggi untuk melakukan riset guna mewujudkan pakan perikanan budidaya yang terjangkau.
“Kita baru bisa pembesaran tapi tidak efisien, kenapa ? Karena pakan 100 persen masih impor,” kata Menteri Trenggono di sela memberikan arahan dalam Rapat Koordinasi Nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2023 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
KKP menetapkan lima komoditas unggulan di sektor perikanan budidaya yakni udang, rumput laut, nila salin, lobster dan kepiting.
Pasalnya komoditas itu juga menjadi incaran pasar global untuk makanan laut di antaranya udang dan kepiting, berdasarkan data organisasi komersial dan manajemen inovasi Skyquest pada 2023.
Dalam pemaparannya, Menteri Trenggono menyebutkan estimasi pasar makanan laut global pada 2021 mencapai 310,75 miliar dolar AS dan diproyeksikan meningkat menjadi 338,47 miliar dolar AS pada 2022 dan menjadi 730,28 miliar dolar AS pada 2030.
Baca juga: KKP awasi pintu penyelundupan benih lobster di Bandara Ngurah Rai
Lebih lanjut Menteri KP itu mencontohkan salah satu perusahaan di China menguasai pangsa pasar udang mencapai 220 ribu ton dalam satu tahun.
Caranya, lanjut dia, perusahaan itu menggandeng lembaga riset termasuk dalam pakan, pengembangan indukan yang produksinya mencapai jutaan.
Sedangkan, kata dia, indukan udang di Tanah Air baru mencapai sekitar 8.000 ekor yang dilaksanakan di Bali.
“Kalau ada perguruan tinggi, kepala dinas tolonglah perguruan tinggi yang ada, untuk kemudian bisa melakukan riset,” ucapnya.
Dengan kerja sama mendukung pakan terjangkau dari dalam negeri itu, diharapkan dapat mendukung pasokan untuk lima komoditas unggulan tersebut.
Baca juga: KKP tingkatkan peran Otoritas Kompeten dukung jaminan mutu
Di sisi lain, Menteri KP menjelaskan untuk mendukung produktivitas khususnya untuk udang, pihaknya membangun percontohan (modelling) tambak udang terintegrasi berbasis kawasan dengan produktivitas mencapai 80 ton per tahun per hektare seperti yang dilakukan di Kebumen, Jawa Tengah, seluas 60 hektare.
KKP mencatat Indonesia memiliki potensi kawasan budidaya Indonesia dengan estimasi mencapai 17,91 juta hektare, terdiri atas 2,96 juta hektare air payau, 2,83 juta hektare air tawar, dan 12,12 juta hektare air laut.
Saat ini, pemanfaatan lahan budidaya rata-rata hanya sekitar enam persen dari potensi total itu.
Selain itu, ia juga berpesan untuk mengejar potensi pasar global itu, keseimbangan ekologi dan ekonomi juga perlu menjadi landasan yakni melalui ekonomi biru.
“Implementasi ekonomi biru menjadi landasan kebijakan untuk mewujudkan keseimbangan aspek ekologi dan ekonomi secara berkelanjutan,” katanya.