Denpasar (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menegaskan sampai adanya sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) pada APBD provinsi setempat pada beberapa tahun terakhir karena hasil dari langkah efisiensi yang telah dilakukan pihakya.
"Banyak biaya perjalanan dinas yang dipangkas, demikian juga dari biaya program-program pemerintah daerah yang sama dengan pemerintah pusat, jadi yang diutamakan menggunakan anggaran pusat dulu," katanya di sela seminar bertajuk "Pencegahan Korupsi Melalui Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dan Pengelolaan APBD Provinsi Bali" di Denpasar, Rabu.
Penegasan itu disampaikannya menanggapi pernyataan dari Direktur Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah Wilayah III Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sri Penny Ratnasari pada seminar itu.
Penny sebelumnya menyebut bahwa terjadinya SiLPA menunjukkan pengelolaan keuangan daerah belum efektif karena di dalamnya ada program atau kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan pada tahun anggaran tersebut. Di Provinsi Bali besarnya SiLPA pada 2010 mencapai Rp704,39 miliar dan pada 2011 sebesar Rp702,84 miliar.
Dicontohkan Pastika, efisiensi dari perjalanan dinas dilakukan dengan memberangkatkan para pegawai yang benar-benar punya tugas jelas untuk mengadakan kunjungan ke luar kota. "Tidak ada lagi kini perjalanan dinas dengan melibatkan rombongan dalam jumlah besar," ucapnya.
Di sisi lain, terjadinya SiLPA karena harga perkiraan sendiri (HPS) di saat pengadaan barang yang disusun sesuai dengan standar harga, ternyata banyak harga yang ditawarkan lebih rendah oleh rekanan. Ada juga proses yang gagal karena prosesnya yang panjang sehingga waktu untuk merealisasikan tidak cukup.
"Untuk apa menghabiskan anggaran supaya tidak ada silpa? Lebih baik anggaran itu digunakan lagi pada tahun berikutnya untuk program-program kesejahteraan rakyat," ucapnya.
Yang jelas, lanjut dia, selain melakukan efisiensi, Pemprov Bali terus berusaha untuk meningkatkan pendapatan daerah. APBD Provinsi Bali yang pada 2009 sebesar Rp1,66 triliun kini pada 2012 mencapai Rp3,249 triliun. (LHS)