Badung (ANTARA) - Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) drg. Usman Sumantri, MSc menyebut penyebaran dokter gigi di Indonesia harus diatur agar merata, lantaran saat ini sejumlah daerah memiliki rasio yang kurang.
"Dokter gigi di Indonesia sangat kurang, sekarang kalau pakai rasio itu posisinya 14 banding 100.000 kira-kira satu dokter gigi untuk sekitar 7.000 pasien dan itu tinggalnya di kota-kota besar, jadi bicara di NTT atau Maluku tidak ada," kata Usman di Kabupaten Badung, Senin.
Dokter Usman ketika dijumpai di acara Bulan Kesehatan Gigi Nasional (BKGN) 2022 Universitas Udayana, Bali, mengatakan bahwa selain rasio, penyebaran dokter gigi harus diatur.
"Memang tidak ada pemerintah yang mempunyai kebijakan menutup praktek dokter gigi di suatu daerah karena sudah banyak, mungkin ke depan harusnya ada misal Bali sudah banyak tidak boleh lagi supaya mereka mau ke daerah lain," ujarnya.
Terkait daerah dengan jumlah dokter gigi yang jauh tertinggal adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan lainnya.
"Sebanyak 57,6 persen masyarakat kita mengeluh sakit gigi, tapi yang bisa ke dokter gigi cuma 10,2 persen, karena dokter giginya tidak ada. Yang ada hanya di Jakarta, Bali, dan kota besar, tapi Indonesia secara keseluruhan tidak merata," kata Usman.
Menurutnya, untuk angka 14 dokter gigi per 100.000 penduduk itu sesungguhnya masih kurang, sehingga PDGI mengusulkan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk mencetak lebih banyak dokter gigi terutama spesialis.
"Mendikbudristek dan Menkes kerja sama untuk mempercepat produksi tenaga dokter gigi, karena Puskesmas yang punya dokter gigi hanya 36 persen dari 10.200 Puskesmas, Jadi cetaknya setahun itu hanya 2.000-2.500 dokter gigi," kata Ketua PB PDGI di RS Universitas Udayana, Jimbaran.
Dengan adanya penambahan itu, pihak PDGI menaruh harapan terciptanya rasio 20 per 100.000 atau satu dokter gigi untuk 5.000 penduduk pada tahun 2024 mendatang.
"PDGI berharap mencetak profesi spesialis dokter gigi lebih banyak lebih baik, karena kalau tidak negara tetangga sudah lihat mana yang kosong dan mereka bisa masuk," kata Dokter Usman.
Untuk Bali sendiri, menurutnya tak perlu lagi penambahan dokter gigi dari luar karena jumlah dokter dan perawat gigi telah memadai, apalagi saat ini Pulau Dewata sedang digenjot sektor wisata medisnya.
"Bali punya potensi luar biasa tidak hanya dokter gigi tapi medik secara umum, wisata medis itu kan orang berwisata sekalian berobat, yang diharapkan kompetensi dokter secara standar internasional terpenuhi, mestinya biaya lebih murah, nyaman lah, dan berharap setingkat Bali prakteknya harus didukung kelengkapan antara dokter, asisten, dan keperluan lainnya," ujarnya.