Denpasar (Antara Bali) - Pengamat sosial dan hukum I Dewa Gede Palguna mendorong agar hukum adat di Bali lebih akrab dengan persoalan kekinian sehingga tidak selalu diputuskan berdasarkan pertimbangan yang terisolasi dalam perspektif lokal.
"Semestinya hukum adat di Bali bisa lebih dekat persoalan demokrasi konstitusional dan negara hukum, termasuk di dalamnya isu-isu HAM, lingkungan hidup, civil society (masyarakat madani) dan isu-isu kontemporer lainnya," katanya saat menjadi pembicara pada seminar nasional bertajuk "Penyelesaian Konflik Adat Di Bali" di Kampus Universitas Warmadewa, di Denpasar, Rabu.
Mantan hakim di Mahkamah Konstitusi ini menyebut, saat ini pentingnya kesadaran baru dalam memahami keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat di Bali karena kerangka pikir adat dan hukum adat di Pulau Dewata sebelumnya merupakan bagian dari produk peradaban masyarakat agraris petani.
"Namun, kondisinya saat ini telah terjadi perubahan sosial masyarakat kita dari agraris menuju masyarakat industri yang tidak sepenuhnya disadari," ujar akademisi di Fakultas Hukum Universitas Udayana itu.
Menurut dia, perubahan ini telah menimbulkan kegamangan sikap karena di satu pihak nilai lama sesungguhnya tak mampu menjawab kebutuhan baru, di pihak lain nilai baru belum ditemukan.
Parahnya lagi, lanjut dia, masyarakat Bali terjebak pada jargon pelestarian budaya sehingga terjadi kebingungan dalam masyarakat yang berpikiran dan bertindak reaktif menolak segala sesuatu yang dianggap asing. "Konflik yang terjadi dalam berbagai kasus adat merupakan konsekuensi logis dari kesenjangan antara nilai yang menjadi landasan kesatuan masyarakat hukum adat dengan perilaku nyata," katanya.
Ia menyarankan, selain hukum adat agar akrab dengan persoalan kekinian, sekaligus menjadikannya sebagai instrumen yang tak terpisahkan dari sistem penyelenggaraan pemerintah daerah. (LHS)
