Denpasar (ANTARA) - Sentuhan EM4 pada pembudidayaan ikan nila yang dikembangkan oleh warga Tabanan, Bali, I Ketut Gede Wira Usada (50) bersama sang istri Ni Putu Ayu Winariyati, telah terbukti bisa menghasilkan ikan yang berlimpah dan rasa yang lebih gurih.
Wira Usada bersama sang istri mengembangkan budidaya ikan nila dalam delapan kolam terpal bulat diameter 3x3 meter dengan sistem RAS (Recirculating Aquaculture System) atau sirkulasi air mengalir di pekarangan rumahnya Banjar Penarukan Kaja, Desa Penarukan, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan.
"Usaha ini kami rintis sejak masa pandemi COVID-19 ini dan diresmikan oleh kepala desa setempat pada 8 Juni 2021. Kami sudah pernah beberapa kali panen dengan hasil menguntungkan jutaan rupiah," tutur Winariyati ketika menerima kunjungan dari tim YouTube EM yang dipimpin Kepala Cabang Pemasaran PT Songgolangit Persada Bali Irkham Rosidi.
Penekun budidaya ikan nila itu melakukan penebaran benih padat dengan menggunakan sistem aerasi yakni suatu proses penambahan udara atau oksigen dalam air dengan membawa air dari udara ke dalam kontak yang dekat, guna memberikan gelembung-gelembung halus udara dan membiarkannya naik ke udara melalui air.
Dengan sistem tersebut dapat melakukan penebaran benih padat dan proses pemeliharaan ikan nila dalam delapan kolam buatan itu mendapat sentuhan teknologi Effective Microorganisms 4 (EM4) perikanan produksi PT Songgolangit Persada.
Baca juga: Tim Unmas Denpasar ternakkan burung puyuh melalui sentuhan EM4
Ibu dari dua anak itu menuturkan, penebaran benih ikan nila dalam setiap satu meter kubik normalnya hanya 50 ekor, kalau 6 meter kubik berarti maksimal hanya 300 ekor.
Namun dengan sistem air mengalir dan sentuhan EM 4 perikanan ditebarkan benih sebanyak 1.300 ekor, atau setiap 1 m3 berisi 200 ekor atau empat kali lipat dari penebaran bibit biasanya untuk setiap kolamnya.
Dalam proses pemeliharaan ikan nila yang berlangsung selama 4 bulan itu, sentuhan EM4 Perikanan sangat berperan yang diaplikasikan dengan molase untuk proses fermentasi pakan sehingga menjadi lembut dan halus.
Pakan yang diproses menjadi lembut dan halus sebelum dikonsumsi ikan menjadi sangat penting, karena ikan nila itu perutnya pendek, ususnya juga pendek namun rakus makan. Dengan banyak makan tanpa terlebih dulu difermentasi makanan akan mengembang dalam perut yang bisa menyebabkan ususnya pecah sekaligus menimbulkan kematian ikan peliharaan itu.
"Namun berkat ketekunan, teliti dan kerja keras usaha budidaya ikan nila yang kami geluti di masa pandemi Covid-19 yang terus berlanjut hingga sekarang cukup membuahkan hasil yang lumayan," katanya.
Baca juga: EM4 terdepan pasarkan pupuk organik cair di Indonesia
Ia merupakan salah satu anggota Kelompok Pembudidaya ikan (Pokdakan) Mina Sari Rejeki Banjar Penarukan Kaja, Desa Penarukan, Kabupaten Tabanan.
Hasil panen budidaya ikan nila dalam satu kolam yang ditebarkan bibit 1.300 ekor sebanyak 300 kilogram atau 3 kuintal karena setiap 4-5 ekor beratnya 1 kg dengan harga Rp 35.000-Rp 40.000/kg atau totalnya sekitar Rp10,5 juta sampai Rp12 juta.
"Itu baru hasil panen dari satu kolam ikan, kalau memiliki delapan kolam dengan menebarkan bibit 1.300 ekor kali 8 berarti keuntungannya lumayan besar," katanya sembari menyatakan juga mendapat pembinaan dari petugas penyuluh Dinas Perikanan Kabupaten Tabanan I Gusti Ngurah Bagus Sugiarta S.PI itu.
Dapur Ras Sari Rejeki
Hasil budidaya ikan nila secara organik itu mampu menghasilkan ikan gurih, rasa enak dan nikmat bebas dari amis, bau tanah dan rasa lumpur.
Ayu Winariyati menuturkan masyarakat, khususnya kalangan anak-anak yang tadinya tidak senang makan ikan nila, begitu orang tuanya menghidangkan menu masakan ikan nila hasil dari produksinya, anaknya langsung lalap makan, karena rasanya enak, nikmat dan besok datang lagi untuk membeli ikan.
Manajer Pak Oles Green School di Jalan Waribang, Kesiman Denpasar Timur, Ir Koentjoro Adijanto yang sempat berdialog dengan suami-istri yang menghasilkan ikan nila rasa gurih yang umumnya berbeda dengan ikan lainnya menjelaskan, kuncinya pada pakan fermentasi dan aplikasi EM4 terhadap perlakukan ikan, kolam dan lingkungannya.
Menghasilkan ikan nila yang gurih bebas amis, bebas bau tanah dan rasa berbau lumpur dengan upaya membuat pakan ikan yang difermentasi melalui sentuhan mikroorganisme EM4.
Baca juga: Gubernur Bali serukan pemanfaatan makanan dan herbal lokal
Bau lumpur pada daging ikan atau dikenal dengan istilah "off-flavourus" itu akibat kondisi perairan yang digunakan untuk budidaya sangat subur.
Pasangan I Ketut Gede Wira Usada bersama istrinya Ni Putu Ayu Winariyati sejak tiga bulan yang lalu mulai mengembangkan usaha warung makan diberinama Dapur Ras Mina Sari Rejeki menyajikan berbagai menu ikan nila gurih.
Dapur RAS Mina Sari Rejeki menawarkan rasa dalam berbagai jenis menu dari bahan baku ikan nila organik antara lain menu ikan nilaku nyat-nyat, nilaku tulang lunak, yakni ikan dalam menu masakan itu dapat dinikmati sampai tulang-tulangnya yang tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan.
Semua suguhan menu dengan rasa nikmat dan gurih itu dipadukan dengan nasi yang dimasak dari beras organik serta sayur gonda kombinasi kacang tanah goreng, tomat dan mentimun.
Ikan nila segar untuk aneka jenis menu yang disajikan baru saja dipanen untuk melayani setiap konsumen yang datang. Bahkan rombongan penyuluh perikanan dan pelaku usaha dari Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan baru-baru ini sempat mengadakan studi banding untuk melihat dari dekat teknis budidaya ikan air tawar dengan sistem RAS yang sukses dikembangkannya itu.
Mereka juga menikmati aneka jenis menu ikan nila yang disajikan dalam berbagai jenis menu hidangan dan rasa di Dapur Ras yang memiliki belasan kapasitas meja dan kursi tempat makan. https://linktr.ee/em4 #EM4