Denpasar (ANTARA) - Teknologi Effective Microorganisms (EM) terus mendukung kesuksesan peternakan bebek petelur di Dusun Umasalakan, Desa Takmung, Kabupaten Klungkung, Bali.
Salah satunya peternakan bebek petelur yang dimiliki I Made Suardita, S.E (60). Pria yang akrab dipanggil Pak Kadek ini telah merintis usaha peternakan sejak tahun 1998 dan masih eksis hingga sekarang dengan memelihara sekitar 4.200 ekor bebek petelur.
“EM4 sangat efektif untuk mengatasi bau di kandang bebek. Dengan demikian, otomatis bebek terhindar dari bau yang menyengat,” kata Suardita saat menerima kunjungan dari tim Youtube EM Indonesia Official di Nami Jaya Duck Farm sebagaimana dikutip dari pers rilis yang diterima di Denpasar, Kamis.
Menurut Suami dari drh. Wayan Pusparini ini, dengan bebek terhindar dari bau kandang yang menyengat, tingkat konsumsinya menjadi lebih bagus dan ternak menjadi sehat. Lingkungan yang sehat ini, sangat berpengaruh dengan tingkat produksi yang bagus.
Ia juga mencampurkan EM4 pada air minum yang diberikan pada bebek yang dipelihara, karena EM4 dapat menyeimbangkan mikroorganisme yang menguntungkan dalam perut ternak, menjaga kesehatan usus ternak, meningkatkan kesehatan dan nafsu makan ternak.
Suardita yang juga owner UD Nami Jaya Satwa PS itu awalnya menggeluti usaha tersebut karena memang sejak kecil terbiasa menggembalakan itik liar. Selain itu, beternak bebek petelur juga dinilai lebih mudah dibandingkan memelihara jenis unggas lainnya.
“Dari ukuran kandang, tata laksana, saya nilai lebih gampang dibandingkan peternakan yang lain, seperti halnya ayam jauh lebih sulit,” ujarnya.
Dari permulaan memelihara bebek petelur, ia tak berhenti mencoba karena sampai saat ini belum ada sistem pemeliharaan itik atau bebek yang baku.
“Saya coba-coba, mulai dari sistem kandang, jenis bebek yang dipelihara, model pemberian pakan. Semua itu berkembang sesuai dengan waktu,” kata alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Udayana 1988 ini.
Setelah sekian tahun menjalankan usahanya, ia akhirnya menemukan model kandang yang intensif sehingga bebek yang dipelihara sama sekali tidak terkena hujan, dan berada penuh di bawah kandang.
Bebek menjadi lebih nyaman dan tidak terkena hujan dan terik matahari. Modelnya sistem umbaran di kandang dengan kandang postal ukuran 4m x 4m yang berisi kurang lebih 50 ekor atau dalam satu meter persegi itu diisi tiga bebek.
Sedangkan untuk pakannya, awalnya menggunakan pakan campuran sendiri yang terdiri dari bekatul, konsentrat dan menir. Tetapi seiring perjalanan waktu, dan sudah tersedia pakan jadi pabrikan berupa pelet, akhirnya ia menggunakan pelet.
“Pakan jadi ini saya kira lebih praktis dan efisien sehingga tidak repot lagi mencampur makanan, selain juga kebutuhannya lebih sedikit dibandingkan dengan pakan campuran yang dibuat sendiri,” ucap Suardita.
Dengan pemberian pakan dua kali, yaitu pada pagi dan sore, maka satu bebek petelur membutuhkan pakan jadi berupa pelet mencapai 120 gram per ekor per hari.
Ini lebih sedikit dibandingkan menggunakan pakan campuran sendiri, setiap bebek minimal membutuhkan pakan 150 gram per hari.
Bebek yang dipelihara, sebelumnya dibeli saat berusia lima hingga 5,5 bulan, sekitar dua hingga tiga minggu sudah siap untuk berproduksi. Kurang lebih satu bulan, maka sudah mencapai puncak produksi sekitar 80-90 persen.
Ke depan, dia berencana bebek itu dipelihara dari DOD (day old duck).Menekuni usaha bebek petelur dinilainya cukup prospektif seiring dengan permintaan yang tinggi untuk kebutuhan ritual upacara di Bali.
Selain itu, harga telur bebek juga cukup bagus, produksinya pun dapat dimanfaatkan untuk usaha telur asin.
https://linktr.ee/em4